JAKARTA – Pemerintah Indonesia mendukung percepatan pemulihan ekonomi global dengan mengedepankan isu tersebut sebagai prioritas dalam Presidensi G20 Indonesia. Berbagai Kementerian/Lembaga dari pusat dan daerah termasuk juga dari pihak swasta terlibat dalam penyelenggaraan berbagai pertemuan Working Groups dan Engagement Groups G20 yang telah berlangsung sejak awal tahun 2022 ini.
Presidensi G20 Indonesia sendiri fokus pada tiga prioritas utama yakni menata kembali arsitektur kesehatan dunia yang lebih inklusif dengan menjamin ketersediaan vaksin yang lebih merata dan sistem kesehatan yang tangguh dan inklusif. Kemudian mendorong transformasi ekonomi berbasis digital untuk mendorong UMKM, dan menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Prioritas selanjutnya yakni mempercepat transisi energi yang lebih ramah lingkungan. Transisi energi bukan hanya harus adil antara kepentingan negara berkembang dan negara maju, tetapi juga harus terjangkau, baik dari sisi teknologi maupun pembiayaannya.
Baca Juga:133 Calon Haji Berangkat Hari Ini Dipusatkan di Islamic CenterBNI, Telkomsel, dan MCAS Group Tandatangani Perjanjian Kerja Sama untuk Sinergi Produk dan Layanan Digital
“Ketiga topik utama tersebut akan menjadi panduan bagi para Pemimpin Negara G20 untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang pro rakyat, konkret, dan dapat diimplementasikan. Di samping itu, Presiden RI Joko Widodo sudah menyampaikan arahan agar Presidensi G20 menghasilkan proyek dan kerja sama ekonomi yang implementatif sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi global,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Live Special TV One yang mengambil tema G20, di Jakarta, Senin (27/06).
Mengenai persoalan transisi energi, Menko Airlangga mengatakan bahwa Presidensi G20 Indonesia salah satunya digunakan untuk mengenalkan skenario Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission di tahun 2060. Negara anggota G20 juga harus berfokus pada sumber pendanaan untuk investasi pada transisi energi ke energi terbarukan.
“Ada semacam model yang sedang dibahas dengan ADB dan lembaga keuangan lain yakni model yang akan optimal secara ekonomi untuk mempercepat transisi, terutama energi yang berbasis fosil, khususnya PLTU,” tutur Menko Airlangga.
Dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis energi akibat perang antara Rusia dan Ukraina, setiap negara termasuk di Eropa mengutamakan energy security, karena mereka akan mengalami musim dingin sehingga membutuhkan diversifikasi suplai energi dari Rusia, misalnya dalam bentuk LNG dan batu bara.