Porang kini sudah melanda Indonesia. Di mana-mana petani menanam porang. Covid menenggelamkannya. Tenggelam benar juga tidak. Biaya menanam porang itu tidak mahal. Pemupukannya juga tidak seperti padi dan atau jagung. Harga Rp 7.500/kg, dua tahun lalu itu, memang seperti durian tiga runtuh sekaligus.
“Dengan harga Rp 4.500 pun sebenarnya masih untung,” ujar Nahum Eka Wanda, aktivis porang dari Blitar. Apalagi kalau bibitnya tidak usah beli. Cukup dari ”tahi lalat” porang yang muncul di daun-daunnya.
Berarti yang dibicarakan Presiden Jokowi di Beijing luar biasa banyaknya. Soal undangan menghadiri KTT G-20 di Bali November depan. Terutama terkait dengan memuncaknya konflik sesama anggota G-20, Amerika-Rusia.
Baca Juga:Tabrak Pick Up di Purwakarta, Pelajar Asal Karawang Tewas di TempatTokcer! Begini Cara Pria Agar Istri Cepat Hamil, Konsumsi 3 Sayuran Ini Kata Dokter!
Juga soal kereta cepat Jakarta-Bandung. Soal pengembangan kawasan Industri masa depan di Kalimantan Utara. Soal jalan tol Sumatera. Soal gasifikasi batu bara. Mencairkan gas. Dan yang lagi hangat: soal CPO. Agar Tiongkok mau membeli CPO Indonesia lebih banyak lagi. Itu untuk menaikkan harga jual buah sawit yang merosot belakangan ini –dan memukul keras petani sawit.
Soal peningkatan perdagangan rasanya tidak perlu dibicarakan. Sudah meningkat sendiri. Drastis. Dalam tiga tahun terakhir. Belum pernah nilai perdagangan dua negara mencapai setinggi sekarang. Rekor: lebih USD 120 miliar setahun. Dari hanya USD 20 miliar beberapa tahun lalu.
Ekspor Tiongkok ke Indonesia naik hampir 50 persen. Ekspor Indonesia ke Tiongkok juga naik drastis: 70 persen.
Ekspor terbanyak Indonesia ke Tiongkok, Anda sudah tabu, batu bara. Bumi kita dikeruk habis-habisan. Enam bulan terakhir 2022 ini saja, Indonesia kirim emas hitam ke Tiongkok sebanyak 67 juta ton. Juta ton. Nilainya mencapai lebih Rp 120 triliun.
Sampai pun dalam negeri megap-megap.
Yang nomor dua adalah ekspor nikel. Mencapai 2,3 juta ton. Angka itu merupakan perubahan drastis di Tiongkok. Kini Tiongkok sudah tergantung pada nikel Indonesia (90 persen). Nilai yang diterima Indonesia sekitar Rp 90 triliun.
Baru yang nomor 3 adalah CPO: sekitar Rp 35 triliun.
Maka, kini, sudah begitu saling tergantung dua negara itu. Yang suka, yang tidak suka, yang gundul, yang gondrong, yang mancung, yang pesek, mau tidak mau menerima kenyataan itu.