Di tahun 1999 itu boleh dibilang negara sedang lemah. Rakyat sedang kuat-kuatnya. Orde baru saja tumbang. Pemerintahan baru belum lagi stabil. Jabatan bupati lagi penting-pentingnya. Anda masuk ke sana di saat yang amat tepat.
Lalu Anda juga mengurus izin lainnya ke Gubernur Riau saat itu. Anda minta agar sang gubernur mengubah status tanah hutan menjadi tanah kebun. Toh sama-sama tanamannya. Mungkin karena Anda sogok sehingga izin perubahan lahan itu Anda dapatkan.
Di pengadilan, Gubernur Annas Maamun dinyatakan bersalah. Ia menerima suap dari Anda. Rp 3 miliar. Dari Rp 8 miliar yang Anda janjikan. Ia dihukum ringan sekali: 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Baca Juga:Wujud Kepedulian pada Lingkungan, Indosat Ooredoo Hutchison Luncurkan Program Konservasi Laut Berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI10 Mobil Terlaris 2022 di Indonesia! Avanza Tak Masuk?
Saya tidak tahu apakah Anda sendiri yang menyuap itu, suruhan Anda atau anak buah Anda, tanpa sepengetahuan Anda.
Kelihatannya Anda sudah pasti bersalah: menyuap. Anda pertanggungjawabkan itu. Anda bukan makan uang negara, tapi Anda menggunakan uang Anda untuk sebuah kejahatan menyuap –yang ini jelas bukan sekadar pelanggaran.
Lalu dari mana Anda dianggap korupsi Rp 78 triliun? Anda yang bisa menjelaskan.
Tentu saya tidak tahu persis. Media tidak ada yang menyebutkannya secara rinci. Maka dugaan saya angka itu datang dari sini:
Anda menguasai tanah negara seluas 37.000 hektare. Tanah itu Anda tanami sawit. Sejak tahun 1980-an. Sudah 40 tahun lamanya. Sudah menghasilkan beberapa ratus juta ton sawit. Atau miliar ton. Lalu Anda dirikan pabrik CPO –kalau tidak salah sampai 6 PKS. Atau 9. Atau lebih. Dari situ Anda menghasilkan beberapa ratus juta ton CPO.
Anda juga mendirikan pabrik minyak goreng. Mereknya Palma. Semua ibu tahu merek Palma. Sekarang mereka lebih tahu bahwa Palma adalah minyak goreng buatan Anda.
Semua itu, kalau dihitung mungkin bernilai sampai Rp 76 triliun. Mungkin begitu. Mungkin juga tidak. Karena tanah itu tanah negara, maka hasil itu mestinya milik negara.
Baca Juga:Disambut Antusias, Ridwan Kamil Ajak Warga Jaga Kebersihan dan Ketertiban Situ Rawa KalongManjur! Ini Cara Menyusui Agar Tidak Lecet dan Sakit pada Area Puting Busui
Maka lebih baik pulanglah. Jelaskan menurut versi Anda. Saya sendiri tidak tahu apakah perhitungan korupsi seperti itu memang ada. Ikuti saja proses hukumnya.
Anda usulkan juga penyelesaian terbaik menurut Anda. Misalnya apakah Anda harus mengembalikan tanah 37.000 hektare itu ke negara. Toh Anda masih punya lebih luas lagi perkebunan sawit yang di luar tanah hutan itu. Rasanya, kalau tidak salah, grup Anda menguasai 160.000 hektare. Di Riau dan Jambi. Yang jelas kebun itu tidak mungkin lagi Anda kembalikan dalam bentuk hutan. Apalagi hutan seperti wujudnya di tahun 1980-an. Anda jangan menyanggupi untuk bisa mengubah kebun sawit Anda menjadi hutan kembali. Tidak mungkin. Anda sudah tidak ingat pohon apa saja yang tumbuh di hutan itu dulu.