Mereka yang datang tanpa bekal cukup, yang tak kebagian kue pertumbuhan di sektor formal, bertahan dengan cara apa saja. Juga masuk ke dunia remang-remang. Terpikat dengan janji-janji seperti itu jugalah yang bikin saya sampai ke kota ini.
Saya pernah menulis berita hasil liputan seminar tentang kriminalitas di kota ini. Seorang ahli sosiologi dan ahli perkotaan mengatakan bahwa kota ini, kota pulau ini, hanya cukup untuk ditinggali satu juta penduduk. Nyamannya segitu. Berdasarkan hitungan daya dukung wilayahnya, sumber air, tata kota, jejaring transportasi, dan lain-lainnya. Saat aku mulai tinggal di kota itu, angka penduduk yang tercatat resmi sudah 750 ribu. Yang tak resmi, menurut perkiraan Bang Jon sudah lebih dari satu juta.
Saya kira Bang Jon benar.
Kehidupan di kota ini selalu terasa tegang. Mudah sekali terjadi bentrok antarkelompok.
Baca Juga:RESMI NAIK! Ini Daftar Harga BBM Pertamina Mulai 3 September 2022, Pertalite Jadi Rp.10.000Cerai dari Sule, Ini Alasan Natalie Holscher Tak Minta Harta Gana Gini
Bang Jon adalah wartawan senior di “Metro Kriminal”. Seusia Bang Eel. Ia wartawan yang bagiku aneh. Ke mana-mana pakai sepatu sandal, banyak pacarnya, saya tak tahu pasti di mana tempat tinggalnya.
Kayaknya ia bisa tidur di mana saja yang ia mau, di tempat-tempat hiburan, yang ia datang malamnya, dan ia tertidur di situ sampai pagi.
Sejak semula ia hanya mau jadi reporter. Lebih khusus lagi: wartawan kriminal. Berkali-kali diberi kesempatan jadi redpel, bahkan wapemred ia menolak. Ia ke mana-mana bermobil. Ganti-ganti mobilnya. Paling sering Toyota Storm. Pikap dengan ban besar yang kalau jalan kayak ngangkangi mobil-mobil lain. Gagah dan angkuh sekali.
Di hari-hari pertama saya bekerja di “Metro Kriminal” oleh Bang Eel saya ditandemkan dengan Bang Jon. Saya mula-mula senang saja. Pertama-tama, saya sama sekali buta tentang kota ini. Pada hari pertama Bang Jon ajak saya keliling kota, singgah di Polsek-Polsek dan Polresta. Ia perkenalkan aku sebagai “orangnya”.
“Bantu ya, ini orang kita,” kata Bang Jon memperkenalkan saya pada polisi-polisi patroli dan yang berjaga di pos.
“Siap, Ndan!” kata mereka. Heran saya dan lucu juga rasanya, kok polisi panggil wartawan komandan. Tapi, itulah Bang Jon.