Begitu besar harapan agar gerakan itu berhasil mengubah Iran. Terutama dari kelompok pro-demokrasi. Sudah begitu banyak yang optimistis rezim Iran kali ini pasti tumbang. Gerakan ini sangat besar. Meluas.
Ternyata belum bisa berhasil. Setidaknya bisa diredam.
Kelihatannya gerakan wanita ini dipadamkan lewat dua cara: lewat para imam dan polisi/tentara. Para imam mengerahkan demo tandingan. Lebih besar. Sebanyak yang protes masih lebih banyak yang ikut apa kata imam di sana. Terjadilah bentrok. Banyak yang tewas. Dari kedua belah pihak. Ada yang menyebut sampai 76 orang. Angka resmi menyebut 45 orang.
Penangkapan pun dilakukan secara luas. Putri Rafsanjani termasuk yang ditangkap. Dari kalangan wartawan ada 20 orang yang diringkus.
Baca Juga:Bupati Purwakarta Lantik Norman Nugraha Sebagai Sekda Definitif Kabupaten PurwakartaPT South Pacific Viscose Catat 1 Juta Jam Tanpa Kecelakaan Kerja, Jaga Keamanan dalam Bekerja pada Project CAP 2
Peristiwa ini jadi ujian terberat bagi Presiden Raisi. Ia baru terpilih tahun lalu. Mengalahkan incumbent Ayatollah Rouhani yang moderat. Presiden Raisi punya posisi politik yang sangat khusus. Ia ulama terkemuka. Ahli hukum Islam. Raisi disebut-sebut sebagai calon terkuat untuk menjadi pemimpin tertinggi Iran –ketika Ayatollah Khamenei mengundurkan diri atau meninggal dunia.
Polisi mengatakan Mahsa memang punya sakit jantung. Ia terjatuh ketika dirazia akibat jantungnyi bermasalah. Tapi pendukung Mahsa mengatakan dia dipukuli dan mengalami luka-luka.
Presiden Raisi menjanjikan untuk melakukan penyelidikan independen atas kematian Mahsa. Yang salah akan ditindak. Tapi Iran tidak boleh hancur.
Mahsa telah meninggal dunia. Demikian juga 45 atau 70 orang lainnya. Tuntutan demokrasi terus tumbuh –pun di negara seperti Iran. Atau Arab Saudi. Atau Tiongkok. Apalagi Indonesia.
Agama, kerajaan, komunis, dan bentuk apa pun lagi ditantang ideologi baru: kesejahteraan.
Mungkin Mahsa dianggap salah satu musuh negara. Tapi musuh sekali pun harus dijaga keselamatannya. Kadang martir datang dengan tanpa diduga. (Dahlan Iskan)