SUBANG-Berpengalaman duduk sebagai pengelola APBD, Ahmad Sobari memberikan tanggapannya terkait tidak adanya anggaran perubahan, defisit anggaran dan Hak interpelasi yang saat ini sedang ramai dibicarakan di Subang. Pria berkumis yang dijuliki sebagai ‘profesor anggaran’ di lingkungan Pemda Subang itu menyebut, jika bicara mengenai APBD dari sisi general adalah alat kebijakan publik, dalam rangka pencapaian strategi visi misi kepala daerah.
“Dalam APBD itu ada siklus. Mulai dari perencanaan sampai penetapan. Perencanaan penetapan itu wajib hukumnya, dikuatkan dengan peraturan daerah, yaitu pengaturan yang paling tinggi di daerah dan tidak bisa dibantah oleh siapapun,” paparnya.
Kemudian siklus kedua, masih menurut Ahmad, adalah pelaksanaan. Bisa tidak bisa juga tidak dilaksanakan, namun pasti bakal ada ekses negatif jika tidak dilaksanakan, yaitu pembangunan tidak dijalankan.
Baca Juga:Banyak Promo Menarik di Pizza Hut DeliveryBagi yang Berulang Tahun dan Akan Menikah Bulan Oktober, Grant Hotel Siapkan Promo Khusus
“Nah baru yang terakhir ini, APBD Perubahan. Itu juga ketentuannya opsional. Tergantung, apakah dalam perencanaan yang sifatnya asumsi, kemudian dalam perjalanannya tidak ada yang tercapai. Faktanya ya, dalam setiap APBD juga selalu begitu,” paparnya lagi.
Kemudian soal defisit, dalam APBD Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia itu hanya merupakan struktur penyajian dari APBD. Menurut Ahmad, itu juga pilihan. Mau diambil atau tidak. Dari pengalamannya mengelola APBD, jika pasti setiap defisit itu tertutup dengan silpa.
“Karena kalau tidak tertutup beresiko tinggi. Sekarang kita mundur, dari tahap persiapan APBD lagi, itu ada dari Musrenbang. Ada dari jaring aspirasi melalui dewan yang sifatnya lebih politis. Nah, di tengah-tengah itu ada metodologi menyeimbangkan, tergantung pada pendekatan. Apakah akan mengedepankan belanja? Sedangkan di Musrenbang itu yang saya tahu tidak pernah bisa ditutupi dengan kemampuan keuangan daerah,” jelasnya.
Maka ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan kemampuan itu, dijelaskan Ahmad, menimbulkan pendekatan dengan menyusun skala prioritas belanja. Di dalam teori penganggaran ada tiga yang menjad ketentuan, politic will, sales man ship, yang terakhir mambangun koalisi. Artinya eksekutif dan legislatif menjadi mitra.
“Berangkat dari eksekutif yang tidak melakukan perubahan, kemudian eksekutif melakukan parsial dan menerbitkan Peraturan Bupati. Pertanyaannya, apakah sepaham eksekutif dan legislatif tentang kegitaan penting dan mendesak yang dikategorikan?,” tanya Ahmad.