SEBAGIAN politisi atau bahkan negara kadang menjadikan agama sebagai legitimasi dogmatik untuk mengikat warga negara atau rakyat tunduk patuh atau mengikuti atau simpati baik pada negara maupun politisi.
Sebagaimana peribahasa, “lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya”. Dedi Mulyadi (DM) memiliki gaya dan pendekatan yang berbeda dalam mengikat atau menarik simpati rakyat. Yaitu, menjadikan budaya sunda sebagai alat legitimasi.
Budaya sunda dijadikan alat untuk menarik simpati warga Jawa Barat agar tertarik dan simpati padanya, tentu relasinya dengan kepentingan politik dirinya.
Baca Juga:Potensi Risiko Saat Pendataan Registrasi Sosial Ekonomi, 2.736 Petugas Sensus BPS di Subang Terlindungi JamsostekPeringatan HUT ke-77 TNI, Dandim Subang Sampaikan Ungkapan Terimakasih ke Veteran
Politik di sini memiliki arti khusus yaitu kekuasaan. Setelah dua periode memimpin Purwakarta dan satu periode menjadi wakil Bupati Purwakarta DM tampaknya membuat sebuah pendekatan baru agar gaya dan komunikasinya diterima khalayak yang lebih luas dan beragam latar belakang budaya.
Oleh karena itu ia tidak lagi hanya menggunakan budaya sunda, tapi lebih mencari simpatik dengan mengeksplore perasaan, empati dan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Setelah peralihan Bupati dari dirinya pada istrinya, DM masih melakukan gayanya yaitu tetap menggunakan budaya Sunda sebagai instrumennya. Paling tidak dirinya tetap dikenal sebagai akang, dalam terminology orang Sunda akang memiliki makna sebagai saudara laki-laki atau kakak tua laki-laki.
Selain itu panggilan akang menjadikan dirinya seolah orang someah (ramah), merakyat, dan familiar dengan lingkungan masyarakat Jawa Barat.
Tapi setelah ditetapkan Anne Ratna Mustika jadi Bupati ada hal yang menurut hemat saya menyentak dan bikin kita bertanya mengapa Anne kemudian dipanggil dengan panggilan Ambu? Ada apa?
Dominasi DM dalam politik di Purwakarta dapat diduga menjadi pemicu sikap Anne sehingga dirinya ingin dipanggil Ambu. Ambu atau Sunan Ambu sependek yang saya tahu tidak di bawah subordinasi atau setara dengan akang.
Ambu adalah nama atau simbol ibu yang justru membawahi akang dan teteh. Mungkin kita masih ingat cerita lucu, legenda dari budaya sunda tentang si Kabayan yang bercerita si Kabayan, Iteung, Ambu dan Abah.
Baca Juga:APBD Subang 2023 Diproyeksikan Defisit Lagi, Separuh Belanja untuk Bayar PegawaiRefleksi Jati Diri TNI Sebagai Bhayangkari Negara dan Bangsa
Walaupun istilah Ambu yang dimaksud Anne tentu bukan Ambu itu tapi mungkin Ambu yang lebih universal yaitu sosok perempuan ghaib penguasa khayangan dalam kepercayaan Sunda buhun.