Oleh PT PURA, alsintan dibagi atas dua tipe. Untuk lahan hamparan, kata Dedy, penanaman memakai traktor. Bisa roda dua atau roda empat. “Tapi kalau berbukit lebih susah, arahnya ke manual. Tenaga hewan atau tenaga manusia,” kata Dedy.
Untuk pemeliharaan sorgum di lahan hamparan, bisa memakai sprinkle, sprayer, drone. “Kalau berbukit bisa drone, bisa manual. Cuma mungkin cost, biaya akan dihitung simple atau tidak simple,” jelas Dedy.
Sedangkan untuk memanen, bila lahan datar atau hamparan bisa menggunakan combine harvester yang memiliki tiga fungsi, yaitu pemanen, penebas batang, dan pemipil. Untuk lahan berbukit, kata dia, combine harvester tidak bisa digunakan. Alternatifnya adalah memakai alat pemotong batang (stalk cutter), seperti sabit atau sejenisnya.
Baca Juga:Kereta Api Cepat Jakarta Bandung Makin Siap Jelang G20Terkait Stunting, Kades Cisaat : Ada 19 Anak yang Ikut Stunting
Pemilihan alsintan, lanjut Dedy, selain tergantung kondisi lahan juga ditentukan tujuan hasil panen. Kalau yang dipanen batang sorgum, tidak bisa menggunakan combine harvester. Karena batang harus utuh. Combine harvester sengaja disiapkan khusus panen biji dan ampas batang-daun.
PT PURA Engineering adalah produsen beragam mesin pertanian, perikanan hingga rekayasa industri. Pihaknya, kata Dedy, telah memproduksi jenis-jenis alsintan yang bisa digunakan untuk budidaya sorgum.
Pemerintah berencana membuka 115.000 hektare lahan untuk budidaya sorgum pada 2023, dan diperluas menjadi 154.000 hektare pada 2024. Pulau Sumba difokuskan menjadi sentra sorgum nasional.
Bupati Sumba Timur, NTT, Kristofel Praing mengakui jumlah petani di wilayahnya tidak memadai untuk mendukung program sorgum nasional. Karena itu, bantuan alsintan mutlak dibutuhkan untuk menyokong budidaya program. “Tentu harus ada mekanisasi. Karena kondisi kering, struktur tanahnya kurang baik, untuk mengawalinya butuh traktor,” kata dia.