SUBANG-Paguyuban Petani dan Pedagang Nanas Kabupaten Subang (Papanas) telah mengunjungi DPRD Provinsi Jawa Barat, Senin 10 Oktober 2022 lalu.
Kedatanganya tersebut dalam rangka mengadukan kegelisahannya soal rencana progres pembangunan Kampus UPI di Kabupaten Subang yang berpotensi mengancam pertanian tanah garapan PTPN yang selama ini mereka gunakan.
Alasan mereka mengadu ke DPRD Jabar karena tak ada respon dari Pemda maupun DPRD Subang soal kegelisahan para petani dan pedagang nanas.
Baca Juga:Pertandingan Perdana Raih Kemenangan, Tim Voli Subang Targetkan Sabet Emas pada Porprov Jabar XIVAktivis 98 Budiman Sudjatmiko Akan Berikan Pembekalan Kader Juang TMP Jawa Barat di Subang, Mbak Ninin: Idola Aktivis Muda
Ketua Papanas Dian Hendriana mengatakan, kunjungan dan aduanya kepada DPRD Propinsi Jawa Barat telah diterima oleh Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat Yunandar.
“Di komisi II, diterima oleh pak Yunandar, di sana kita ada tiga kesepakatan,” katanya.
Adapun tiga poin kesepakatan dalam pertemuan tersebut. Pertama Yunandar akan membentuk team investigasi perlindungan hukum untuk para penggarap yang diketuai oleh dirinya.
Kedua, legalitas pembentukan Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) sepenuhnya akan dibantu dibiayai oleh Dinas Koperasi Jawa Barat.
Ketiga, untuk PTPN komisi II akan membuat surat pengaduan resmi kepada kementerian BUMN.
Menurut Dian, setelah tiga poin kesepakatanya itu, dirinya sedang menunggu proses berikutnya.
Dengan apa yang sudah dirinya lakukan, Dian berharap ada perhatian serius dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Subang kepada para penggarap dan petani yang selama ini menggunakan tanah PTPN tersebut.
Baca Juga:Main Laga Perdana Bela Bekasi di Porprov Jabar, Pesinetron juga Atlet Voli Adinda Indah Curi Perhatian PenontonDelapan Pemuda Asal Subang Mengaku Korban Penipuan Calo Tenaga kerja di Karawang
Menurut Dian, para penggarap itu sudah gelisah sejak lama sejak wilayah selatan dijadikan sebagai sebuah zona ekonomi baru.
Sebagai sebuah akibat tidak adanya sosialisasi soal pembangunan tersebut, banyak di antara para penggarap yang sekarang mulai khawatir dengan lahan pertanian mereka.
Terlebih ada beberapa tempat yang hasil pertanian mereka dibersihkan oleh pihak perusahaan dengan menggunakan alat berat tanpa proses pemberitahuan terlebih dahulu.
“Itukan takutnya gini, oh di sana dibangun, nantikan perlahan kalau tidak ada pergerakan dari kita, tidak menutup kemungkinan digunakan semuanya, kan begitu. Dengan investor yang punya uang, sementara penggarap disingkirkan,” katanya.
Selama ini para petani hidup dari hasil menggarap dan berdagang dari lahan pertanian yang mereka gunakan.(yay/ysp)