Pojokan 125 Secangkir Kopi

Pojokan 125 Secangkir Kopi
Pojokan 125 Secangkir Kopi
0 Komentar

Secangkir kopi menjadi ritual mewujud dalam subculture masyarakat dimanapun. Di kangkangi oleh kapitalisme dan monopoli branding industri kopi. Berupa kedai kopi modern semacam Starbuck, The Coffe Bean, Excellso serta kopi industri (sachet).

Sejatinya ritual minum kopi adalah subculture masyarakat yang mampu mendorong kedaulatan; ekonomi dan budaya. Kedaulatan yang tak dikangkangi oleh komodifikasi branding, kemasan dan lokus ritual minum kopi. Mendorong subculture industri ritual minum kopi, untuk menguatkan kedaulatan ekonomi.

Komodifikasi subculture ritual secangkir kopi adalah persoalan kreatifitas. Ruang terbuka untuk sesiapapun yang mampu memanfaatkan kesempatan. Kesempatan untuk menguatkan kedaulatan ekonomi rakyat, petani kopi. Bukan untuk memanjakan kapitalisme yang tak berjiwa. Kedaulatan yang dimunculkan dalam subculture ritual minum secangkir kopi yang kaya. Semacam ritual kopi Gayo, Mandailing, Luwak Lampung, dan ragam subculture lainnya.

Baca Juga:Pojokan 124, Gambar di BatikPojokan 123, Tiga dosa

Ada kekayaan budaya dalam secangkir kopi. Ada ragam cerita dan sejarah dalam seteguk kopi. Ada keringat, perjuangan dan perlawanan dalam secangkir kopi. Diaduk dalam ragam konflik, kesedihan, kebahagiaan, dan harapan. Secangkir kopi menjadi meditasi untuk perenungan diri. Perekat kebersamaan dan mencari solusi. Menelusuri keikhlasan dari harapan yang kadang tak kunjung mewujud. Hitamnya kopi menyaring residu kebebalan ambisi. Pahitnya kopi mendorong hadirnya semangat untuk mengarungi kehidupan dengan kebersamaan. Ritual minum secangkir kopi dalam subculture ke-Indonesiaan adalah representasi kedaulatan ekonomi dan perlawanan pada komodifikasi kopi oleh kapitalisme. (Kang Marbawi, 101122)

 

0 Komentar