Pojokan 127 Postingan

Pojokan 127 Postingan
0 Komentar

Secara psikologis, kita cendrung menyukai postingan yang sesuai dengan selera kita. Selera itu bisa paham, hoby, idola, pilihan politik dan sebagainya. Dan dengan mudah tersulut emosi, jika menerima postingan yang tidak sesuai dengan selera kita. Selera yang kemudian dimanifestasikan dalam kebiasaan memposting konten sesuai selera atau membuka layanan youtube atau google, terditeksi oleh algoritma aplikasi sebagai kecendrungan.

Nah kecendrungan ini yang teridentifikasi algoritma dalam menentukan perilaku medsos seseorang.

Ketidaksadaran kita akan terditeksinya perilaku kita dalam bermedsos, sering dimanfaatkan oleh kelompok tertentu. Kelompok tertentu yang punya kepentingan ini, memanfaatkan tumpulnya nalar kritis kita dalaam mencerna postingan/informasi yang ada di media sosial. Sekaligus memanfaatkan ketakberdayaan nalar kita untuk membedakan mana fakta, mana opini dan fakta yang diframing dan mana hoaxs.

Baca Juga:Remaja dan Dunia Maya,Sudahkan Menyadarinya?Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang Perangi Stunting dengan Cara Makan Ikan

Sebab bisa jadi nalar kita sudah lelah atau lebih tepatnya malas, untuk menyaring informasi yang ada di media sosial. Kemalasan itu dipicu oleh kemudahan akses informasi dan sunami informasi di media sosial. Serta dorongan untuk selfis di media sosial. Saat ini untuk jadi orang terkenal tidak usah repot-repot. Media sosial memberikan kesempatan terbuka untuk menunjukkan selfis diri kita dengan mudah dan menjadikan terkenal dalam waktu singkat. Dan kita tidak sadar. Jejak digital kita tidak terhapus sampai kapan pun.

Fakta! Tak selalu bernilai dan bersifat netral. Fakta bernilai ketika pengguna menggunakannya sesuai dengan kepentingannya. Sebab fakta bisa diframing sesuai kebutuhan. Berubah menjadi opini. Opini yang belum tentu benar dan sesuai dengan fakta. Atau sama sekali bukan fakta bukan opini, tapi justru hoaxs. Mari jaga nalar kita. (Kang Marbawi, 261122)

Laman:

1 2
0 Komentar