Pojokan 128, Antar Anak Sekolah

Pojokan
Pojokan
0 Komentar

Pojokan 128, Antar Anak Sekolah

Setiap pagi, sekitar jam 06. sampai dengan 06.30, ketika berangkat kerja, saya selalu melihat puluhan orang tua membonceng anak-anak berseragam. Tak jarang, seorang ibu membonceng dua orang anaknya sekaligus untuk diantarkan ke sekolah. Dari pakaian yang dikenakan anaknya, mereka masih Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Atas (SMP). Terlihat juga motor yang dikendarai pelajar SMA. Mereka bersama dengan saya dan pengendara lain, mengarungi pagi di jalan yang padat plus macet, untuk mencapai sekolah atau kantor. Ada juga terlihat anak sekolah jalan bersama teman-temannya menuju sekolah.

Sering juga saya temui, ibu-ibu atau bapak-bapak bersama dengan anak-anaknya berdesakan di kereta listrik/KRL (komuter line). Tujuan mereka pun sama, mengantarkan anak ke sekolah sekalian berangkat kerja. Saya kadang menggunakan kendaraan pinjaman dari kantor atau komuter untuk berangkat kerja. Di saat itulah saya melihat para orang tua yang mengantarkan putra-putrinya ke sekolah.

Saya sebenarnya agak ngiri, melihat para orang tua yang bisa mengantarkan putra-putrinya ke sekolah. Sebab saya jarang bisa mengantarkan anak saya ke sekolahnya. Saya harus berangkat pagi ke kantor untuk menghindari macet parah pada jam-jam tertentu. Apologie yang dijadikan alasan saya jarang mengantarkan anak saya ke sekolah.

Baca Juga:UPDATE DESEMBER! Download Game Carx Street Android dan iOS, Lengkap MOD APK Unlimited MoneyLink Download Kalender 2023 CDR, Lengkap Tanggal Merah dan Kalender Hijriyah, Klik Ini!

Sejatinya saya sangat menikmati dan bahagia ketika bisa mengantar anak ke sekolah. Sebab di atas motor bebek Honda 70 itulah saya bisa ngobrol personal dengan putri saya. Mendengarkan ceritanya tentang sekolah dan teman-temannya, keluhannya, keinginannya dan saya pun bisa menyisipkan pesan atau nasehat kepada mereka. Bahagia sekali mendengarnya, walau kadang terselip permintaan mereka yang belum bisa dilaksanakan atau tidak sesuai (tidak pas) dengan kemauan kami sebagai orang tua. Yah, beda usia beda selera. Kira-kira begitu, menghibur diri saja.

Sambil mendengarkan celoteh anak, saya menyadari, mereka akan memiliki dunia mereka yang bisa jadi akan tak terkoneksi dengan kami (saya dan uminya). Saya berguman, “kita punya anak hanya sampai kelas enam SD. Sebab setelah mereka SMP, SMA dan Kuliah, mereka akan memiliki dunia mereka sendiri, yang kadang tak terkoneksi dengan orang tuanya. Dunia yang sangat memengaruhi jalan hidup, karakter dan masa depan mereka. Apalagi mereka bisa dibilang tak bisa terpisah sedetik pun dengan gadget dan media sosial”.

0 Komentar