Dunia wartawan praktis sudah kehilangan kontrol itu. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sudah tidak bisa lagi mengontrol wartawan. Dunia jurnalistik sekarang ini hancur.
Pun soal rekomendasi IDI. Intinya pasti bukan karena IDI ingin memonopoli kekuasaan. IDI lebih menginginkan bagaimana agar profesi dokter terkontrol.
Tapi kekurangan dokter –apalagi spesialis– adalah kenyataan. Tentu tidak bisa dengan alasan menjaga kualitas mengorbankan terpenuhinya jumlah dokter. Pasti ada jalan agar dua-duanya tercapai: jumlah dan kualitas.
Baca Juga:Pemdakab Bogor Beri Penghargaan Kampung Ramah Lingkungan Tahun 2022Sisca Kohl Menikah, Begini Potret Pernikahannya dengan Jess No Limit
Rasanya itu yang paling mendasar. Pasti bisa dipecahkan. Soal pasal-pasal hukuman bagi dokter dan perawat yang melakukan keteledoran pasti bisa dikompromikan.
Fraksi PDI-Perjuangan sudah menerima delegasi dari organisasi kesehatan. Semua aspirasi tenaga kesehatan sudah didengar fraksi itu.
Saya tidak akan menguber dari mana asal-usul RUU Omnibus Law bidang Kesehatan ini. Pasti suatu saat ada yang mengakui: siapa pembuatnya.
Pemerintah, kalau saja yang membuat RUU ini, toh sudah belajar dari ditolaknya RUU Omnibus Law bidang Pendidikan. Mungkin pemerintah akan mengikuti sukses lolosnya UU Omnibus Law bidang tenaga kerja dulu.
Bagaimana kalau ternyata draf itu inisiatif DPR? Tentu banyak yang kagum. Tumben DPR punya inisiatif. Tumben juga mampu melahirkan draf yang begitu lengkap.
Feeling saya RUU ini akan disahkan tahun depan. Yakni menjelang berakhirnya masa jabatan para anggota DPR. Pertengahan tahun depan mereka sudah sibuk turun ke lapangan. Ke dapil masing-masing. Mereka harus berkampanye dengan membawa misi yang tinggi dan gizi yang banyak. (Dahlan Iskan)