PURWAKARTA-Belakangan ini jagat dunia maya dan media massa dihebohkan dengan video viral Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika yang menyebut mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memiliki utang sebesar Rp 28 miliar.
Anne menyebut utang tersebut merupakan Dana Bagi Hasil (DBH) yang tidak dibayarkan oleh Dedi Mulyadi selama dua tahun. Anne mengaku sempat membayarkan utang tersebut pada tahun pertama menjabat, namun setelah rumah tangganya retak, ia tak mau lagi meneruskan sisa pembayaran.
Terkait hal tersebut Kang Dedi Mulyadi tak mau berkomentar banyak. Ia lebih memilih untuk bertemu dan meminta penjelasan dari pihak yang berkompeten untuk menjelaskannya agar lebih subjektif.
Baca Juga:Kalender Indonesia 2023, Lengkap Kalender Hijriyah dan Libur Tanggal Merah, Download di Sini!Kalender 2023 Lengkap dengan Tanggal Merah, Link Download CDR PDF dan JPG Di Sini!
“Ini bukan urusan rumah tangga, tapi aspek yang menyangkut tata kelola keuangan daerah. Karen yang muncul ke permukaan bukan suami, tapi mantan bupati,” ujar Kang Dedi Mulyadi.
Kang Dedi pun kemudian menemui Sekda Purwakarta Norman Nugraha untuk menjelaskan terkait utang Rp 28 miliar tersebut. “Kebetulan waktu saya jadi bupati, Norman ini menjabat sebagai kabid perencanaan keuangan daerah. Tolong Pak Sekda jelasin waktu itu posisinya seperti apa,” ucapnya.
Norman menjelaskan terkait utang DBH sudah melalui mekanisme neraca dan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal tersebut sudah tercatat sebagai laporan keuangan daerah tahun 2017 yang menyebutkan bahwa Pemkab Purwakarta mempunyai kewajiban terhadap desa kaitan dengan DBH.
“Kita tidak bicara orang, tapi pemerintah,” ucap Norman.
“Jadi siapapun yang memimpin harus melaksanakan itu?,” tanya Kang Dedi.
“Ketika sudah masuk neraca keuangan, tentunya itu jadi kewajiban pemerintah daerah untuk menyelesaikannya,” timpal Norman kembali.
Saat ini, kata Norman, tersisa utang Rp 19,7 miliar dengan rincian utang untuk tahun 2019 tersisa sekitar Rp 250 juta. Sementara untuk 2016 dan 2017 yang seharusnya dibayarkan pada tahun 2020 dan 2021 terpaksa ditunda karena refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19.
Begitu juga di tahun 2022-2023 pembayaran harus ditunda karena Pemkab Purwakarta sedang fokus mengejar target ketertinggalan pembangunan sehingga belum bisa menganggarkan uang Rp 19,7 miliar tersebut.
“Mudah-mudahan tahun 2024 bisa dibayarkan karena itu kewajiban pemerintah daerah,” ucapnya.