Konsekuensi maupun hukuman dari sebuah peraturan di sekolah umumnya berfokus pada kelemahan siswa. Penegakkan peraturan jangan hanya mencari-cari kelemahan siswa, tetapi juga harus mampu mencari bagaimana cara mengatasi kelemahan tersebut. Upaya tersebut juga harus diimbangi dengan penguatan potensi atas kekuatan yang dimiliki siswa melalui penghargaan. Jika tidak, siswa hanya akan berusaha untuk menghindari hukuman. Setelah berhasil menghindarinya, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hal tersebutlah yang dinamakan mental play to not lose. Siswa akan sekadar ingin naik kelas ataupun lulus dan tidak memiliki keinginan untuk menjadi siswa aktif yang berprestasi dan bermanfaat bagi siswa lainnya.
Siswa yang memiliki mental play to not lose akan cenderung “bermain” di zona nyaman, tidak mau keluar dari zona nyaman. Jika dibiarkan, dampak jangka panjangnya akan menjadikan mereka kehilangan kreativitas. Seharusnya apa yang kita lakukan sebagai pendidik menjadikan anak untuk bermental play to win (bermain untuk menang) dan bukan play to lose (bermain untuk kalah). Bahkan, play to not lose (bermain untuk tidak kalah) pun sebisa mungkin kita hindari. Oleh karena itu, penerapan peraturan di sekolah jangan terlalu kaku dan perlu pendekatan humanis ketika siswa melakukan kesalahan yang melanggar peraturan, dan berikan reward kepada mereka yang selalu taat pada peraturan. Berikan dukungan dan bimbingan kepada siswa sehingga kreativitas mereka tidak mati dan mereka mampu menjadi pribadi yang mandiri yang bertanggung jawab.
Peraturan sekolah wajib ada dan dilaksanakan oleh semua penghuni sekolah, tidak terkecuali untuk membentuk siswa berkarakter dan sekolah bermutu, namun demikian perlu ada pendekatan yang humanis sebelum sanksi itu tiba dan ada keseimbangan antara reward dan punishment. Berikan bimbingan kepada mereka sehingga secara sadar mereka akan memiliki kreativitas untuk masa depannya.(*)