Gusuran Tol Japek 2 Robohkan 24 Rumah, Diwarnai Tangis Histeris Warga

Tol Japek 2
DIROBOHKAN: Penghuni 24 rumah warga yang terkena gusuran tol Japek 2, menangis histeris ketika rumahnya dirobohkan. AEP SAEPULLOH/PASUNDAN ESKPRES
0 Komentar

KARAWANG-Pertahanan warga untuk menghalau alat berat yang merobohkan bangunan warga tidak berarti apa-apa. Penggusuran rumah untuk Proyek Nasional pembangunan jalan tol Jakarta – Cikampek (Japek) 2 terus berjalan, Senin (30/1).

Sejak pagi, puluhan orang di Kampung Citaman Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang, tertunduk pasrah ketika kendaraan berat sejenis beko merobohkan rumah mereka yang terkena gusuran. Isak tangis mewarnai proses penggusuran rumah warga dengan pengawalan ketat petugas kepolisian. Diketahui, selama dua tahun warga kampung Citaman ini menolak rumah mereka digusur karena alasan nilai ganti rugi yang tidak tidak sesuai keinginan warga.

Menurut Kordinator warga Kampung Citaman, Didin Muhidin mengatakan, meski warga menolak untuk digusur, namun tidak berdaya melawan pemerintah. Apalagi saat penggusuran polisi dari unsur Brimob sudah berdatangan ke lokasi penggusuran satu hari sebelum eksekusi.

Baca Juga:Kejari Fokus Tangani Kasus Bandes dan Tanah BengkokHampir 13 Ribu Pelanggan Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan di Jawa Barat Rasakan Manfaat Listrik PLN

“Polisi sudah datang sejak kemarin sekitar 300 personel, sehingga warga tidak berani melawan. Kami pasrah saja ketika rumah kami dirobohkan menggunakan beko,” kata Didin.

Menurut Didin rumah warga yang dirobohkan sebanyak 24 rumah dengan jumlah KK sebanyak 46 KK. Sebelmnya, jumlah KK mencapai ratusan, namun sejumlah warga memutuskan menerima uang ganti rugi yang dititipkan ke pengadilan negeri (PN) Karawang.

Didin mengatakan, warga di Kampung Citaman, Desa Tamansari mengaku tidak mempermasalahkan ketika rumah mereka menjadi lokasi proyek pembanunan Japek 2. Hanya saja, timpalnya, warga meminta ganti rugi harus sesuai dengan harga pasar sehingga warga bisa kembali membeli rumah.

“Harga yang dipatok pemerintah masih jauh dari harga pasaran. Jadi kami kesulitan mencari rumah di sekitar sini,” katanya.

Menurut Didin, pihak pengadilan mengeluarkan perintah eksekusi tanpa pernah bicara dengan warga. Upaya warga untuk berdialog tidak pernah dilayani. Sehingga, kami terkejut ketika ada perintah eksekusi.

“Kami pernah datang untuk berdialog dengan Ketua Pengadilan, namun saat kami datang Ketua pengadilan tidak ada di tempat dengan alasan sakit. Sekarang tau-tau kami terima surat eksekusi dan rumah kami digusur,” paparnya.(aef/vry)

0 Komentar