Oleh:
Agus Prasmono, M.Pd. ( Kepala Sekolah SMAN 1 Parang,Magetan danPemerhati Masalah Kependudukan)
Drs.H.Priyono,MSi (Dosen pada Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta , pernah bekerja sebagai asisten peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan UGM)
Belakangan ini berita tentang semakin meningkatnya ijin menikah dari kalangan usia dini semakin merebak, pertanda apakah ini ? Efek globalisasi,perkembangan teknologi komunikasi, dekadensi moral, jauhnya agama dengan kehidupan, longgarnya pengawasan atau yang lain ?Tidak perlu menyalahkan media penyebar berita, toh mereka mempunyai data dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Kalau mereka menyajikan berita dengan bombastis, itulah strategi mereka menjual berita. Pernikahan dini sendiri adalah pernikahan yang dilakukan oleh anak di bawah umur yaitu yang belum berusia 19 tahun sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 atas perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia, yang didalamnya mensyaratkan untuk nikah KUA adalah minimal berusia 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Diberlakukannya Undang-Undang No 16 Tahun 2019 itu maka secara otomatis akan ada peningkatan ijin nikah mengingat adanya batasan umur menikah yang semula 16 tahun (UU No 1 tahun 1974) menjadi 19 tahun menurut Undang-Undang No 16 Tahun 2019 yang mulai diberlakukan tanggal 1 Oktober 2019. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, ketika mengajukan ijin nikah dini tersebut sebenarnya karena memang seseorang akan dinikahkan dalam usia dini oleh orang tuanya atau karena keterpaksaan karena kebobolan (married by accident/MBA)?
Baca Juga:Telaah 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan NegaraLink Nonton Film Para Betina Pengikut Iblis Blueray 1080p
Sebenarnya berita tentang pernikahan dini ini sudah lama dan selalu dirilis oleh Lembaga terkait yaitu Pengadilan Agama dan sering disiarkan oleh radio FM Lokal. Namun karena disampaikan dengan santun yaitu dengan bahasa bahwa ijin nikah tahun ini ada sekian ratus bahkan Pengadilan Agama juga memberitakan ketika masa Pandemi ijin menikah meningkat tajam hampir seratus persen bahkan waktu itu Pengadilan agama juga menyampaikan sinyalemen penyebabnya, maka publik seolah tak ada malasah dan tetap diam seribu bahasa. Tetapi ketika media Massa baik cetak maupun elektronik dengan memberitakan dengan bahasa yang vulgar, bombastis dan spektakuler, misalnya “Ratusan Siswa SMP/SMA di Kabupaten Ponorogo menikah dini karena hamil diluar nikah”, maka menjadi tersentak seolah disambar petir disiang bolong. Pejabat mulai Kepala Daerah, tokoh masyarakat dan Tokoh Agama, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah sampai orang tua beramai-ramai berkomentar. Padahal makna dari statemen Pengadilan agama juga sama hanya disampaikan dengan bahasa yang santaun, mereka tidak kaget.