Pernikahan dini, Married by Accident/MBA ? (Bagian 2/habis)

Pernikahan dini, Married by Accident/MBA ? (Bagian 2/habis)
0 Komentar

Kedua masyarakat sebagai meliu pembentuk karekter yang baik harus peduli. Selama ini mayarakat semakin acuh tak acuh ketika mengetahui bibit ketidakbaikan (penyimpangan sosial) di sekitarnya. Mereka malas ikut bertanggungjawab ketika ada dampak sosial yang hasus ditanggungnya misalnya menjadi saksi, dianggab menyebar kebohongan dsb. Lebih baik mengatakan tidak tahu dari pada tahu tetapi menanggung beresiko. (Mirip Sidang Saksi Sambo lah). Itu adalah potret masyarakat terkini yang sekarang sering disaksikan bersama. Apatis dan acuh terhadapa permasalahn sosial disekiarnya.

Pemerintah Daerah sendiri banyak yang tidak segera mengampil langkah dan tindakan yang cepat strategis terhadap pelanggaran semacam itu. Dibiarkan saja senyampang pajak tetap menambah pundi PAD daerahnya. Padahal tanggung jawab pemerintah sebagai pengatur kepentingan publik mestinya harus dijalankan dengan baik. Aparah penegak Perda sebagai representasi dari Pemerintah Daerah mestinya segera mengambil langkah ketika mengetahui hal ini bahkan mestinya segera menjadi tahu lebih dulu bukan menunggu diberi tahu. Penertiban tempat kost dan penginapan mestinya menjadi tanggungjawab aparat penegak Perda, Dinas Pariwisata harus semakin peka dengan dampak sosial ini bukan sekedar berorientasi ekonomis semata.

Dunia pendidikan semakin menjadi tumpahan orang tua, namun kelihatannya banyak orang tua yang tidak menyadari akan besarnya peran orang tua sendiri dalam mendampingi anak ketika menginjak masa remaja yang sangat rawan dalam perjalanan hidupnya. Dunia pendidikan harus semakin waspada. Pendidikan karakter bukan sekedar slogan, namun butuh tindakan riil untuk membangun karakter anak dan membentengi mereka dari perbuatan yang melanggar susila maupun melanggar hukum. Kasus banyaknya PNS terutama Guru yang mengajukan gugatan cerai, juga menunjukkan peran sang guru sendiri semakin jauh dari digugu dan ditiru. Apalagi dalam sebuah berita lokal disebutkan bahwa perceraian paling banyak “hanya” disebabkan oleh ketidakcocokan lagi antara pasangan tersebut. Sekolah yang selama ini mengagungkan perkembangan pembelajaran dengan P5 nya, kurikulum merdeka yang dibanggakan, namun akan sangat berdosa ketika karakter tidak terbagun dengan baik.

Baca Juga:Pernikahan dini, Married by Accident/MBA ? Bagian 1Telaah 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara

Berita ijin nikah ini tidak perlu disangkal lagi karena memang fenomena itu ada dimana-mana, yang terpenting adalah semua pihak bahu-membahu untuk mengantisipasi agar generasi penerus tidak semakin rusak dalam meniti kehidupan ini, generasi tua bisa menjadi teladan yang baik, sekolah bisa menjadi ajang persemaian pendidikan karakter dan masyarakat menjadi lingkungan yang kondusif terhadap perkembangan psikologis remaja. Itu semua butuh kesadaran semua pihak, bukan butuh saling menolak data dan kenyataan yang ada. Tidak perlu menyalahkan siapa siapa toh semua yang ada di masyarakat adalah menjadi variable ini semua. Nampaknya pendidikan agama yang baik yang diberikan sejak dini dan pengawasan yang ektra ordinary akan menjadi solusi terbaik menghindari perilaku menyimpang dari anak. Lingkungan sekolah juga harus diciptakan kondusif dan berbasis religi, akan punya pengaruh yang significan. Semoga segera ada kecerahan sehingga remaja bisa menjadi harapan bangsa, karena kekuatan suatu bangsa adalah kekuatan remaja dan pemudanya jua. Semoga Indonesia emas yang tinggal 21 tahun lagi bisa disosongsong oleh generasi kita yang cemerlang.(*)

Laman:

1 2
0 Komentar