Pernikahan dini, Married by Accident/MBA ? (Bagian 2/habis)

Pernikahan dini, Married by Accident/MBA ? (Bagian 2/habis)
0 Komentar

Oleh:

Agus Prasmono, M.Pd. ( Kepala Sekolah SMAN 1 Parang,Magetan danPemerhati Masalah Kependudukan)

2.Drs.H.Priyono,MSi (Dosen pada Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta , pernah bekerja sebagai asisten peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan UGM)

Disamping faktor akses informasi yang sangat mudah karena perkembangan teknologi komunikasi, juga bisa disebabkan karena pergaulan, anak semakin bebas pergaulannnya karena orang tua tidak bisa mengawasi dengan baik pola pergaulannnya. Bahkan tidak jarang anak usia pengawasan namun hidup ikut neneknya yang tidak bisa mengawasi dengan baik terhadap cucunya tersebut karena sang ibu menjadi TKI di luar negeri. Di daerah yang MBA-nya banyak tersebut sebanding juga dengan tingginya buruh migran dimana anak ditinggal orang tuanya bekerja diluar negeri dalam jangka waktu yang panjang bisa jadi mulai kecil sampai dewasa ditinggal terus sehingga tidak mendapat pendampingan psikologis yang baik dari orang tuanya. Anak ikut nenek cenderung sang nenek hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik cucunya saja kurang peduli terhadap perkembangan mental dan psikologinya apalagi mengawasi pergaulannya.

Baca Juga:Pernikahan dini, Married by Accident/MBA ? Bagian 1Telaah 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara

Beberapa destinasi wisata dengan bebasnya anak usia remaja bisa masuk dan menginap di penginapan dengan pasangan yang belum syah dengan fasilitas yang murah yang bisa short time cukup dengan harga Rp.50.000,- cukup mengambil uang jajan untuk bisa sejenak tidur di penginapan murahan tersebut. Kondisi semacam ini ternyata menjamur diberbagai daerah yang dengan sangat mudah dikenali oleh kalangan remaja. Bahkan tidak jarang café-café sekaligus menyediakan tempat untuk berbuat asusila yang penting anak membayar dan rupiah tetap mengalir ke kantong sang pemilik café. Kondisi yang demikian akan semakin meningkat di waktu-waktu yang akan datang. Hal ini bisa dilihat dari semakin berkurangnya faktor penyebab namun semakin tingginya arus yang adatang serta kebiajakan pemerintah yang kadang terlewatkan.

Untuk itu keluarga sebagai sekolah pertama dan utama anak harus tetap dipegang teguh sebagai wadah pengembangan karakter anak. Di rumahlah anak memperoleh pendidikan karakter yang pertama dan paling banyak porsinya. Sehingga ketika porsi ini berkurang maka akan semakin tinggi dampak yang terjadi. Ayah dan ibu adalah suri teladan terbaik setiap anak sehingga ketika dia kehilangan figur ini maka akan kehilangan figur selamanya. Ternyata dari investigasi penulis, tidak sedikit remaja yang mengalami MBA tersebut juga berasal dari keluarga yang kacau hubungan antara suami istri bahkan dia juga mencontoh dari orang tuanya sendiri.

0 Komentar