Mungkin saya ini tipikal orang gumunan. Mudah terpesona pada pandangan pertama dan hal-hal baru. Seperti halnya terpesona dengan pertemuan dan mendengar untuk pertama kali-nya, seseorang yang saya sebut “Sang Ideolog”. Sengaja tak disebut, siapa yang dimaksud. Sebab bisa dipastikan, ketika disebut nama sang ideolog, akan melahirkan banyak persepsi dan tafsiran yang menggurita. Yang bisa jadi tak sesuai dengan rasa gumun saya. Ini lebih kepada subjectivitas saya saja. Jadi bisa berbeda dengan yang lain.
Namanya orang gumunan, bisa jadi terlihat norak alias kampungan bin memalukan. Tapi tak apa, karena ini betul pengalaman pertama interaksi tak langsung saya (dalam satu ruangan), dengan sang ideolog ini. Yang pasti, beliau tak pernah tahu saya! Karena memang saya bukan siapa-siapa dan tak berarti dalam konteks kepentingan Beliau.
Tentu saya sadar, selain pengikut sang ideolog yang bisa dipastikan akan mendewakannya, ada yang tak suka kepadanya. Dan golongan ini, bisa dipastikan, selalu menancapkan cercaan dan cibiran terhadapnya. Jika perlu sumpah serapah dan hujatan, disematkan! Upaya mendiskreditkan sang ideolog, akan selalu melekat lengket bak prangko zaman dulu yang sudah punah.
Baca Juga:Ajak Masyarakat Optimalkan Ramadhan, Sinergi Foundation Membuka Penerimaan Ziswaf Selama RamadhanKembali Berikan Bantuan dan Senyuman, Sinergi Foundation Salurkan Paket Ramadhan Bagi Penyintas Gempa Cianjur
Hal yang membuat saya gumun, sehingga menyematkan diksi “Sang Ideolog”. Sebab banyak juga tokoh lain yang berkomitmen sama soal kebangsaan dan ideologi Pancasila. Pun merasakan tekanan yang juga dahsyat.
“Kita sudah Merdeka sekian tahun, tapi Merdeka itu untuk apa? Merdeka itu harus bagaimana? Dan bagaimana kemerdekaan itu dibangun?”, itu diantara sekian sedikit pernyataan berbobotnya yang bisa saya tangkap, ketika disampaikan selama hampir dua jam penuh pada satu acara 6 April 2023 lalu.
Sang ideolog juga mengekspresikan bagaimana seharusnya marwah bangsa ini dijaga, dalam konteks geo politik dan pergaulan internasional. Dia merasa prihatin dengan kalangan generasi muda dan beberapa tokoh yang tak berani mengekspresikan rasa kecintaannya, pembelaannya kepada bangsa negara. Apalagi yang berkaitan dengan ideologi Pancasila. Baginya, keberanian mengekspresikan rasa kebangsaan ini, menunjukkan rasa memiliki terhadap bangsa dan negara, tanah air serta rakyat yang ada di dalamnya. Terlebih, karena saat ini generasi muda dan beberapa tokoh, mulai tak memerhatikan sejarah perjuangan bangsa dan faktor psikologis serta geo politik yang melingkupinya.