Pojokan 155, Mengapa Tidak?

Pojokan 155, Mengapa Tidak? (kang Marbawi)
Pojokan 155, Mengapa Tidak? (kang Marbawi)
0 Komentar

Pojokan 155

Marketplace juga dimanfaatkan pemodal untuk berinvestasi, menangguk hasil dari penyebaran virus hedonis dan konsumerisme kebanyakan orang.

Sifat marketplace online, adalah terbuka dan bebas nilai.

Orang bebas menjual apapun. Soal waktu pun fleksibel. Dalam marketplace, semua hal adalah komoditas.

Apapun bisa diperjual belikan. Baik oleh dirinya atau diorganisir.

Termasuk tenaga pendidik alias guru.

Tengok saja jasa pengajaran Bahasa Inggris online, kursus online ini -itu, termasuk kursus agama online pun ada.

Peminatnya cukup lumayan.

Tak akan didemo, gegara diputus sepihak.

Baca Juga:Gubernur Ridwan Kamil Luncurkan Forum Diaspora Jawa BaratJabar Diharapkan Jadi Contoh Reformasi Birokrasi Tematik

Namun demikian, marketplace online bukan untuk mengatasi persoalan jutaan guru honorer yang belum naik pangkat derajat dan kesejahteraannya.

Yang selama bertahun-tahun hanya menjadi pemain bertahan bahkan cadangan, dipojok sekolah dengan disubsidi dana BOS (Biaya Oprasional Sekolah) pertiga bulan.

Marketplace Guru, konon memudahkan kepala sekolah memilih guru yang dibutuhkan plus pertimbangan dan harganya yang murah.

Jika sudah selesai kontraknya, usai sudah pengabdiannya.

Kepala sekolah bisa memilih dan mencari lagi di marketplace.

Nasib guru honorer hanya menjadi komoditi kebijakan yang tak usai mengangkak harkat dan martabatnya. Tetap melekat branding “Oemar Bakri” yang terbirit-birit dikejar tagihan dapur.

Di marketplace, guru tak bisa protes. Karena “dia” hanya komoditi yang sudah dibandrol harga! Bukan lagi sebagai pendidik yang memiliki spirit, harga diri, kewibawaan dan nilai.

Marketpalce guru, mengapa tidak? “Dipilih-dipilih”.  (Kang Marbawi, 10.06.23)

0 Komentar