Pojokan 155, Mengapa Tidak?

Pojokan 155, Mengapa Tidak? (kang Marbawi)
Pojokan 155, Mengapa Tidak? (kang Marbawi)
0 Komentar

PASUNDAN EKSPRES – Menawarkan barang seperti tukang obat era tahun 80-an, sudah ketinggalan zaman.

Alias using! Teriak hingga kering kerongkongan, di siang bolong, hingga sore menawarkan dagangannya, tak ada guna.

Biar yang diteriakan adalah produk nomor 1 (satu) dan cespleng, tetap saja,  orang tak datang untuk membeli.

Paling orang, hanya menengok dan mengira, ada orang kesurupan.

Menyorong-nyorong barang dagangan tak cukup dengan memajang di etalase toko.

Baca Juga:Gubernur Ridwan Kamil Luncurkan Forum Diaspora Jawa BaratJabar Diharapkan Jadi Contoh Reformasi Birokrasi Tematik

Seperti etalase berbagai makanan siap saji ala Warung Tegal (Warteg) yang memelopori touchscreen.

Menggoda hasrat konsumeris orang kebanyakan perlu strategi pemasaran yang lebih canggih dan model yang tak biasa.

Pembaca dianjurkan membaca buku-buku Herman Kartawijaya, Eazib Thalib-pemilik RevoU, atau Dian Martin -pemilik Deplaza.

Dipersilahkan juga menengok model marketplace ala tiga bersaudara Samwer pemilik Lazada – (Mark, Oliver dan Alexander).

Bisa juga menelisik model titip barang dagangan ala Shopee milik Li Xiandong.

Boleh juga meniru Jeck Ma pemilik Alibaba yang tak tentu rimbanya.

“Ngintip” di toko sebelah milik Amazon pun tak dilarang.

Apalagi mengikuti kayuhan pedal Starling-starbuck keliling alias tukang kopi keliling, sangat dianjurkan.

Baca Juga:CEPAT CAIR! Rekomendasi Tempat Gadai BPKB Motor dan Mobil Terdekat di Subang KotaCara Ganti Password Laptop dengan Mudah dan Cepat untuk Menjaga Keamanan Data Anda

Pokoknya urusan menarik orang untuk membeli barang atau produk, saat ini terbuka lebar dan tak terbatas.

Tak usah punya lapak fisik atau lapangan untuk teriak-teriak agar orang berkerumun ala semut ketemu gula.

Di era digital ini, menawarkan barang atau jasa, tak perlu repot.

Cukup punya marketplace diplatform belanja online, Anda sudah bisa mendagangkan komoditas Anda.

Siapa pun bisa jualan apapun, termasuk jualan kehormatan dan harga diri.

Model marketplace online ini, memudahkan produsen dan konsumen untuk memilih dan menentukan barang.

Tak lupa pilihan harga dan kualitas.

Produsen bisa menawarkan berbagai kelebihan barang dan harganya hingga berbusa.

Sementara konsumen, bisa memilih barang yang sesuai selera dan tingkat ketebalan kantongnya.

Pendek kata, transaksi dimarketplace, memudahkan semua dan untung semua.

Kalau ada yang cacat-cacat dikit, bisa juga disampaikan komplain di kolom komentar yang disediakan platform marketplace.

Yang pasti, marketplace ini menjadi tentara andalan kaum kapitalis untuk memengaruhi orang kebanyakan “membeli” produknya.

0 Komentar