Dinilai Tidak Adil
BANDUNG-Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jawa Barat menjadi polemik bagi orang tua siswa, bahkan PPDB menjadi sistem yang tidak adil bagi sebagian orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya.
Menaggapi hal tersebut, Pengamat dan Pemerhati Pendidikan Jawa Barat Gunawan Rasyid mengungkapkan, PPDB JABAR 2023 merupakan sistem yang harus dievaluasi ulang secara mendalam, terutama masalah integritas data. Sebab banyak yang merasa diperlakukan tidak adil oleh sistem tersebut.
Pasalnya banyak siswa yang berpotensi baik dari segi akademik, prestasi maupun yang nyata tidak memiliki kemampuan secara ekonomi, berguguran karena kalah score raport dan jarak koordinat yang kalah bersaing, akhirnya menyisakan pertanyaan dan kekecewaan.
Baca Juga:Kapolres: Korupsi Dana Desa Pangkalan Masih PenyelidikanSubang Unjuk Prestasi dalam KKJ-PKJB 2023
Sehingga siswa yang memiliki potensi akan kalah bersaing untuk masuk sekolah negeri dengan siswa yang biasa biasa saja, namun jaraknya dekat dengan sekolah. Bukan hanya itu, melalui sistem PPDB ini banyak anak yang seharusnya ditanggung oleh negara namun diabaikan begitu saja karena tidak memenuhi syarat yang di tentukan oleh sistem.
Gunawan Rasyid mengakui, dirinya mendapatkan temuan di lapangan ada seorang siswa yang kurang mampu dan terdaptar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), juga sebagai penerima kartu Indonesia Pintar (KIP) yang mendaftar di salah satu SMK melalui PPDB Jabar 2023 melalui jalur afirmasi Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM), namun gagal dengan alasan jarak tidak masuk zonasi sekitar 2500 meter dari rumah siswa ke sekolah.
Selanjutnya siswa tersebut mendaftar kembali melalui jalur prestasi raport juga gagal.
“Saya lihat anak menjadi frustasi, ketika seorang anak yang ingin melanjutkan pendidikan namun dipersulit oleh sistem, anak jadi down,” ucapnya.
Gunawan pun mangatakan dirinya telah melaporkan atau mengadukan pada Kantor Disdik Jabar bahwa PPDB Jabar 2023 sudah membuat sebagian warga miskin yang sesungguhnya, kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini disinyalir pada musim PPDB warga miskin diduga mendadak meningkat diseputaran sekolah yang dituju.
Sehingga jarak titik koordinat yang menjadi persyaratan seleksi jalur afirmasi KETM banyak dimonopoli oleh warga miskin baru karena kuota terbatas.