PASUNDAN EKSPRES – Ketua KPK Firli Bahuri memastikan kesesuaian penetapan Kepala Basarnas sebagai tersangka suap dengan sesuai prosedur yang berlaku, dalam keterangan konferensi persnya apada Ahad, 30 juli 2023.
“Seluruh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan tangkap tangan ini telah sesuai dasar hukum dan mekanisme yang berlaku,” kata Firli Bahuri.
Klarifikasi Pernyataan dari Wakil Ketua KPK
Terkini, polemik seputar penetapan Kepala Basarnas, Marsda Henri Alfiandi, sebagai tersangka suap telah menjadi sorotan publik. Ketua KPK, Firli Bahuri, dengan tegas memastikan bahwa proses penetapan tersangka tersebut telah dilakukan sesuai dengan dasar hukum dan mekanisme yang berlaku. Namun, ada kekhawatiran yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, yang bahkan meminta maaf
Baca Juga:Cemilan Diet: 10 Resep Nikmati Camilan Sehat untuk Menjaga Berat BadanCamilan Gemuk: 10 Resep Lezat dan Sehat yang Bikin Ketagihan!
Kronologis Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan Penyelidikan
Kronologis bermula pada Selasa, 25 Juli 2023, saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait tindak pidana korupsi di Basarnas. Hasilnya, 11 orang berhasil diamankan bersama barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp999,7 juta. Setelah dilakukan OTT, pihak KPK langsung melakukan penyelidikan untuk menemukan peristiwa pidananya dan menemukan bukti awal yang memadai. Firli Bahuri menjelaskan bahwa setelah dilakukan tangkap tangan, proses hukum harus segera menentukan dan menetapkan apakah peristiwa tersebut merupakan tindak pidana korupsi serta status hukum para pihak terkait dalam waktu 24 jam.
Koordinasi dengan POM TNI
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, ditemukan adanya oknum TNI terlibat. Oleh karena itu, KPK berkoordinasi dengan POM TNI untuk menggelar perkara tersebut. Firli Bahuri menegaskan bahwa KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal proses hukum tersebut, mulai dari gelar perkara hingga penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait.
Klarifikasi dan Permintaan Maaf dari Wakil Ketua KPK
Rombongan TNI yang dipimpin oleh Komandan Pusat Polisi Militer TNI, Marsekal Muda Agung Handoko, kemudian mendatangi KPK untuk mengklarifikasi penetapan tersangka terhadap Marsda Henri Alfiandi dan Letkol Arif Budi Cahyanto. Agung Handoko berpendapat bahwa penetapan tersangka bagi anggota TNI aktif harus dilakukan oleh Pupom TNI, dan tindakan KPK menahan personel militer dinilai melanggar aturan.