Apalagi, Pasal 42 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa lembaga antirasuah tersebut memiliki “wenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum”.
Sementara itu, Pasal 65 ayat 2 UU TNI juga menyatakan bahwa prajurit hanya tunduk kepada kekuasaan peradilan militer “dalam hal pelanggaran hukum pidana militer”.
Hingga saat ini, anggapan bahwa Henri Alfiandi harus diproses secara militer berdasarkan Pasal Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Baca Juga:Kejelasan Status Hukum Kabasarnas Marsekal Madya Henri AlfiandiBertemu dengan 38 DPD Partai Golkar, Airlangga Didorong untuk Dukung Prabowo
Namun, Usman Hamid dan Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menyatakan bahwa beleid ini seharusnya sudah tidak relevan dan perlu dikesampingkan oleh undang-undang yang lebih baru.
Ray Rangkuti juga menambahkan bahwa kasus ini harus dijadikan evaluasi atas keterlibatan TNI di lingkup sipil.
“Kalau militer tetap menganggap dirinya militer di mana pun berada, ya malu begitu kita harus persempit ruangnya,” ujar Ray dalam kesempatan yang sama.