PASUNDAN EKSPRES – Perawakannya tinggi-kurus, dengan janggut model kambing Jawa,
plus kaca mata baca yang selalu nangkring dipangkal hidungnya.
Entah, saya lupa kapan mulai kenal dengan sosok sederhana dan militant ini.
Setiap kegiatan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) dia selalu hadir.
Entah dimanapun dan kapanpun, sosok si janggut kambing Jawa ini selalu ada untuk menemani dan menyemangati teman-teman seperjuangan.
Baca Juga:Temui Anak Kelas 4 SD Penjual Sayuran, Uu Ruzhanul: Ajarkan Kita Kemandirian dan Kerja KerasWujudkan Cita-Cita Alm. Arya Saputra, Iwan Setiawan Resmikan Rumah Baru Orang Tua Almarhum
Gayanya yang kocak, humble dan selalu menyapa semua orang tanpa rasa sungkan, membuatnya dikenal dan akrab dengan siapapun.
Dan disela-sela kegiatan, si jangut kambing Jawa ini, selalu menyempatkan diri untuk menawarkan terapi pijat tradisional ataupun pijat listrik.
Lumayan untuk penawar kaku badan, setelah mengikuti berbagai kegiatan sidang-sidang komisi atau rapat-rapat internal organisasi yang kadang alot.
Tak jarang, si janggut kambing Jawa yang menjadi sahabat panutan ini, mendatangi kamar-kamar peserta kegiatan, untuk sekedar menyapa dan menawarkan pijat gratisnya.
Pak Nizar-begitu kami menyebut sahabat panutan yang berasal dari Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) ini.
Ada lagi Pa Zakir, pria ringkih -tua yang berasal dari Samarinda-Kalimantan Timur.
Mantan Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) disalah satu SMA di Samarinda ini, telah 10 tahun purna.
Baca Juga:Kebakaran Pasar Sadang Serang, Pemkot Bandung Siapkan Tempat SementaraPEMBERDAYAAN PEREMPUAN Atalia Praratya Buka Pelatihan Vokasional Sekoper Cinta Tahun 2023
Beliau pun sama dengan Pak Nizar, selalu hadir disetiap kegiatan AGPAII.
Bahkan setelah purna, semangatnya semakin besar.
Walau pada saat kegiatan, beliau hanya menjadi teman ngobrol.
“Yang penting ketemu dan silaturahmi dengan teman-teman seluruh Indonesia”, katanya.
Dua orang ini yang diceritakan ini, hanya segelintir contoh GPAI yang rela berkorban waktu, harta, dan tenaga untuk hadir dievent-event nasional AGPAII.
Mereka rela merogoh kocek yang dalam untuk hadir menguatkan AGPAII.
Walau harus mengorbankan banyak hal yang ditinggalkan.
Sebut saja Pak Nizar, seorang guru honorer dengan delapan orang putra, dan masih ngontrak.