PURWAKARTA-Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat dari Fraksi PKS, Ir. H. Abdul Hadi Wijaya menilai perbaikan sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) bisa dilakukan salah satunya dengan mempertimbangkan kearifan lokal.
Seperti diketahui, sistem zonasi terus menimbulkan polemik setiap tahunnya. Dari sisi passing grade jarak misalnya, radiusnya semakin mengecil. Ada ratusan anak yang tempat tinggalnya hanya beberapa meter saja dari sekolah. “Bayangkan, ratusan anak tumplek di situ, ini suatu hal yang mustahil. Belum lagi mengedit KK, dan lain sebagainya,” kata Gus Ahad, panggilan akrab Abdul Hadi Wijaya, kepada wartawan di Purwakarta, Kamis (14/9).
Berbagai kecurangan yang terjadi pada sistem zonasi ini, sambungnya, salah satunya disebabkan keberadaan sekolah negeri yang belum merata. Sehingga, Komisi V pun meminta zonasi disesuaikan dengan kearifan lokal. “Jangan samakan sistem zonasi di Jakarta dengan di Jawa Barat yang kondisinya saat ini belum setiap kecamatan ada sekolah negerinya. Din sinilah kondisi kearifan lokal harus dipertimbangkan,” ujar Gus Ahad.
Baca Juga:Kolam Ikan Bioflok Usaha Andalan BUMDes TanjungwangiKebun Petani Milenial Terdampak Kekeringan di Subang
Contohnya, kata Gus Ahad, di Kecamatan Ciater Kabupaten Subang yang belum memiliki SMA maupun SMK Negeri. Di mana, sekolah negeri terdekat berlokasi di Jalan Cagak dengan jarak kurang lebih 8 kilometer. Sehingga bisa dikatakan Kecamatan Ciater adalah wilayah blank zonasi.
“Lha ini sudah jelas, tak satu pun siswa yang tinggal di Kecamatan Ciater yang bisa bersekolah di SMA atau SMK Negeri melalui sistem penerimaan zonasi,” ucap Gus Ahad yang merupakan legislator dari daerah pemilihan Karawang – Purwakarta ini.
Pihaknya pun telah memberikan beberapa rekomendasi sebelum pembangunan SMA/SMK Negeri di wilayah tersebut terealisasi. Untuk jangka pendek misalnya, yakni perbaikan sistem zonasi dengan memperhatikan kearifan lokal dan memperhitungkan blank zonasi.
“Kearifan lokal di sini yaitu dengan mengalokasikan kuota PPDB di SMA/SMK Negeri terdekat untuk wilayah blank zonasi. Misalkan kuota 200 siswa dibagikan ke beberapa kecamatan yang merupakan blank zonasi,” kata Gus Ahad.
Namun, sambungnya, kearifan lokal ini tetap harus disepakati oleh para stakeholder setempat. “Adapun perubahan sistem zonasi ini untuk menyelesaikan sebagian kecil permasalahan yang ada,” ucapnya.(add/sep)