Oleh: Rendy Jean Satria
(kritikus, dan pengamat)
Makna ‘Boikot Tubuh’ karya pertunjukan Tony Broer, memberikan landasan untuk berbagai interpretasi dan pemahaman.
Dalam “Boikot Tubuh” karya Tony Broer, tampaknya ingin menciptakan landasan untuk menggali pemahaman mendalam tentang hubungan antara tubuh dan tanggung jawab terhadap ‘yang lain’.
Dalam “Boikot Tubuh,” Broer tampaknya ingin mengajukan pertanyaan tentang bagaimana tubuh dapat menjadi medium untuk mengekspresikan sesuatu yang lain, yang disebut pusat.
Baca Juga:Gula Merah sebagai Sumber Tenaga di Puncak: Mengupas Fenomena ‘Doping’ ala Pendaki GunungKereta Cepat Jakarta-Bandung: Antara Sukses, Tantangan, dan Masa Depan yang Belum Pasti
Karya Tony Broer ini, menjadi salah satu penampil pada ajang Invitation Teater Jilid 8, 2023 di ISBI Bandung, yang diinisiasi oleh Jurusan Teater ISBI Bandung.
Akan tetapi, Broer dalam pengantar pertunjukannya yang saya terima, menurut ‘gue’ tampak keliru dalam mengartikan maksud karya pertunjukannya, dalam memandang gagasannya.
Dari perspektif filsafat Maurice Merleau-Ponty, pertanyaan kritis terkait dengan sejauh mana manifestasi ide pada tubuh mencerminkan pengalaman manusia dan apakah pertunjukan ini merangkul kompleksitas fenomenologi tubuh.
Selain itu, dalam Phénoménologie de la Perception yang terbit pada 1945, Ponty berujar, ‘Tubuh bukan hanya alat bagi pikiran, tetapi juga merupakan bagian integral dari pengalaman manusia,”
Namun, Tony Broer dalam draft pertunjukannya yang hanya separagraf, seperti memaksakan tubuh sebagai ide murni, guna menyangkal lintasan motorik yang antara tubuh, manusia, dan akal.
Apakah boikot tubuh merupakan bentuk protes terhadap egosentrisitas, ataukah itu mencerminkan penolakan terhadap konflik yang dapat membatalkan alegori-alegori yang Broer ciptakan sendiri?
Draft pengantar Broer yang saya terima, soal Pertunjukan Boikot Tubuh-nya, tampak kabur dan tak tersusun secara konsep ilmiah – cenderung centang prenang dalam menggendong maksud dan tujuannya.
Baca Juga:6 Manfaat Lidah Buaya untuk Kesehatan Kulit WajahKesiagaan PLN Sumsel-Jambi-Bengkulu Menghadapi Musim Hujan: Antisipasi Terhadap Dampak Cuaca Ekstrim
Dalam draft pengantar di alinea pertamanya, Broer menulis, ‘Boikot Tubuh adalah sebuah cara kami memaknai perang yang berpusat pada manusia. Manusia memanifestasikan gagasannya pada tubuhnya’.
Terdapat potensi paradoks dalam pernyataan tersebut, di mana manusia, sebagai pemilik akal, memanifestasikan gagasan pada tubuhnya.
Sebuah pertanyaan muncul apakah akal, sebagai entitas yang mungkin lebih abstrak, dapat secara langsung mengendalikan atau memanifestasikan dirinya pada tingkat fisik tubuh.