Lalu dibagian terakhirnya, Broer menulis kayak gini: Dari dalam tubuh ada segumpal darah, jika darah itu terus mendidih karena menganggap diri adalah pusat, maka perang akan terus berlangsung. Tubuh harus diboikot dari eksistensi keberpusatan.
Pernyataan bahwa perang akan terus berlangsung jika darah terus mendidih karena menganggap diri sebagai pusat menimbulkan pertanyaan tentang hubungan langsung antara konsep perang dan egosentrisme.
Bagaimana keberpusatan pada diri sendiri secara langsung memicu perang (dalam diri), perlu diperjelas?
Baca Juga:Gula Merah sebagai Sumber Tenaga di Puncak: Mengupas Fenomena ‘Doping’ ala Pendaki GunungKereta Cepat Jakarta-Bandung: Antara Sukses, Tantangan, dan Masa Depan yang Belum Pasti
Pernyataan tersebut dapat mengundang pertanyaan tentang kesinambungan antara konsep-konsep yang diajukan oleh Broer dan kerangka pemikiran filosofis yang lebih luas.
Sejauh mana konsep ini terkait dengan pemikiran filosofis tertentu, seperti eksistensialisme, atau utilitarianisme,?
Pilihan metafora segumpal darah dapat dianggap sebagai simbol vitalitas, namun, kaburnya makna dapat menimbulkan keraguan tentang bagaimana darah yang “mendidih” sebenarnya dapat dikaitkan dengan keberpusatan pada diri sendiri.
Perlunya klarifikasi lebih lanjut untuk memastikan metafora tersebut memberikan gambaran yang konsisten.
Sejauh mana “Boikot Tubuh” dapat memberikan solusi konkret soal maksud yang ia ingin sampaikan dalam pengantarnya? Apakah konsep ini hanya bersifat simbolis atau hanya bersifat angin lalu?
Namun, seperti halnya dengan banyak gagasan filosofis, ada beberapa aspek yang dapat dikritisi atau diperluas untuk memperdalam pemahaman konsep tersebut, yang menjadi catatan saya:
Kekaburan Makna dan Konteks:
Pernyataan Broer terasa cukup abstrak dan tanpa memberikan konteks yang jelas. Kritik saya ini dapat diajukan terhadap kekurangan dalam menjelaskan apa yang dimaksud dengan “perang” dan bagaimana tubuh seharusnya “diboikot.” Pemahaman yang lebih mendalam mungkin diperlukan untuk menjelaskan di muka publik.
Keterbatasan Penjelasan Mengenai “Eksistensi Keberpusatan”:
Pernyataan ini menyebutkan bahwa tubuh harus diboikot dari “eksistensi keberpusatan.”
Baca Juga:6 Manfaat Lidah Buaya untuk Kesehatan Kulit WajahKesiagaan PLN Sumsel-Jambi-Bengkulu Menghadapi Musim Hujan: Antisipasi Terhadap Dampak Cuaca Ekstrim
Namun, apa yang dimaksud dengan eksistensi keberpusatan dan mengapa hal itu dianggap sebagai sumber konflik?
Kurangnya Pandangan Ilmiah
Dalam filosofi atau kritik sosial, seringkali penting untuk tidak hanya mengidentifikasi masalah tetapi juga menawarkan alternatif yang sifatnya konstruktif.
Pernyataan ini mungkin dapat dikritisi karena kurangnya pandangan ilmiah atau saran mengenai cara mengatasi konflik atau eksistensi keberpusatan yang dianggap sebagai ‘sumber perang’ yang dikatakan Tony Broer dalam pengantar pertunjukannya.