“Ada enam poin sikap Fraksi PKS terhadap penetapan UMK 2024 yang disampaikan ketua kami, Kang Haru Suandharu. Pertama, PKS menilai masalah utama penetapan UMP dan UMK di seluruh Indonesia sesungguhnya ada pada penerapan PP Nomor 51 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk menjadi acuan seluruh Gubernur di Indonesia, termasuk di Jawa Barat,” kata Abdul Hadi Wijaya.
Fraksi PKS juga, lanjutnya, menyayangkan Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin yang tidak berinisiatif untuk mempertimbangkan masukan-masukan yang diperoleh dari para pimpinan Serikat Pekerja agar Jawa Barat bisa mendapat pengecualian.
Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengesampingkan PP Nomor 36 Tahun 2021 sebagai dasar hukum revisi kenaikan UMP DKI Jakarta pada 2022, dari semula 0,8 persen menjadi 5,1 persen.
Baca Juga:BSNPG Klaim Miliki Dukungan Akar Rumput, Yakin Prabowo-Gibran Tetap UnggulCapaian PAD Subang Baru Rp5,7 Miliar, DPMPTSP : Kami Maksimalkan SKRB
“Kami menyayangkan proses penetapan UMK yang tidak memperhatikan masukan dari para Buruh dan Serikat Pekerja. Kenaikannya rata-rata 2,5 persen atau secara rupiah hanya Rp78.909 sangat jauh dari tuntutan buruh sebesar 15 persen dan bahkan sempat turun menjadi 7,5 persen. UMK yang telah diputuskan jelas tidak berpihak kepada perbaikan kesejahteraan Buruh dan Pekerja di Jawa Barat,” ujarnya.
Fraksi PKS juga, kata dia, menilai buruh dan Serikat Pekerja mempunyai logika dan argumentasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan berkenaan dengan kesulitan ekonomi, inflasi, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Sehingga, aspirasi buruh dan Serikat Pekerja tersebut seharusnya dipertimbangkan dan dihitung ulang.
“Kami mendorong perlu adanya komunikasi yang lebih baik antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan buruh dan Serikat Pekerja agar kekecewaan para buruh tidak terakumulasi dan berpotensi menjadi permasalahan baru. Misalnya, pemblokiran jalan tol atau pintu masuk ke kawasan industri seperti yang pernah terjadi sebelumnya,” ucapnya.
Komunikasi, kata Abdul Hadi Wijaya, dilakukan dengan dialog yang persuasif dan baik, khususnya melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah guna meminimalkan potensi-potensi yang timbul. Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin perlu juga untuk berkomunikasi dengan para gubernur definitif sebelumnya untuk memperoleh masukan dan pelajaran.