Dan menurutnya angka Rp200 juta ini, bisa naik, sesuai negosiasi dan kesepakatan. Entah benar atau tidak. Saya tak tahu.
“Dari mana dapat dananya?”, kejar saya.
“Sudah banyak yang menawarkan dana dengan berbagai skema. Ada yang full pinjaman, ada yang diijon, kalau menang, bayarnya pakai proyek sesuai dengan kesepakatan. Ada yang konsorsium, gabungan pengusaha-pengusaha menengah. Ada juga yang bekerja langsung ke masyarakat menggunakan dana mandiri, namun jika menang ditukar dengan proyek,” terangnya.
Dana tersebut berasal dari para pengusaha yang kadang dimakelari 20% jika cair.
Baca Juga:Yuk Catat Meter Listrik Secara Mandiri Lewat Fitur SWACAM Di Apliksasi New PLN MobileDukung Pembangunan Kawasan Industri JISC Purwakarta, PLN Purwakarta Realisasikan Pasang Baru 53.000 VA
Kolegaku menunjukkan kiriman pesan di aplikasi whats appnya dari pengusaha yang menawarkan proposal bantuan dana. Angkanya tertulis Rp. 50 M (milliar) lebih.
Tak bosan saya interogasi kolegaku ini.
“Berapa dana yang kau punya?”.
“Hanya 3 meteran lah, kalau jual aset bisa jadi 5 meter,” terangnya.
“Terus kurangnya dari mana?” Kejarku.
“Ya dari para pengusaha itu, nanti kalau menang, bayar pakai proyek yang didanai APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah),” timpalnya ringan.
“Wow!!!”, kataku dalam hati.
Betapa besarnya untuk biaya yang harus dikeluarkan seorang calon bupati untuk merebut kekuasaan.
Dan lagi-lagi biaya itu berasal dari oligarkhi konglomerasi dan perkoncoan.
Tak terbayangkan dana yang dibutuhkan kontestan pada perhelatan kontestasi Pilgub (Pemilihan Gubernur) dan Pilpres (Pemilihan Presiden).
“Kalau kalah gimana?”, potongku.
“Sesuai perjanjian, ada yang impas dan ada yang harus bayar,” tuturnya santuy.
Tak beda jauh dengan biaya calon anggota legislative.
Baca Juga:PLN Mobile Proliga 2024 Siap Digelar, Kolaborasi Dukungan Untuk Pengembangan Voli di Tanah AirPojokan 198, Protes Sampah
Semakin tinggi tingkatan legislative yang diburu, semakin besar “biaya politik” yang harus dikeluarkan.
Biaya politik konon, bertujuan untuk menarik suara atau dukungan (baik individu atau kelompok/partai) untuk elektabilitas calon dalam sebuah perhelatan pemilihan umum (Pemilu), pemilihan kepala daerah (Pilkada) atau pemilihan anggota legislative (Pileg).
Biaya politik itu terjadi sepanjang siklus Pemilu.
Mulai dari keputusan kandidat mencalonkan diri dalam jabatan politik, tahap pemilihan pendahuluan partai hingga akhir masa jabatan terpilihnya seseorang. Biaya politik bisa berupa uang atau bentuk barang.