PASUNDAN EKSPRES – Indonesia adalah negara yang kaya dengan berbagai suku, agama, ras, dan golongan.
Keanekaragaman ini adalah kekayaan yang harus kita pelihara bersama. Toleransi antarumat beragama menjadi salah satu kunci utama dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu, sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, Indonesia harus memperkuat semangat toleransi dan keberagaman, bukan merusak sendi-sendi persatuan.
Baca Juga:Sekda Herman Suryatman Luncurkan Platform ASIIK Perpustakaan DigitalJabar Targetkan Juara Umum Peparnas 2024
Keberagaman Indonesia tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang telah menjadi perisai dalam menjaga keutuhan hidup berbangsa dan bernegara sejak zaman nenek moyang kita.
Toleransi, semangat pluralisme, dan kerukunan beragama telah hidup secara kultural menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia.
Namun, kekayaan keberagaman ini menghadapi tantangan dari adanya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang mencoba membangun hegemoni dengan tafsir tunggal mengenai pelarangan terhadap ucapan salam lintas agama dan ucapan selamat hari raya keagamaan. Hal ini dianggap memiliki dimensi peribadatan dan doa.
Terbitnya hasil ijtima ini berpotensi merusak kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri dari 714 etnis dengan keragaman agama dan kepercayaan.
Kehidupan berdampingan yang damai telah berlangsung ratusan tahun dan menjadi kearifan bangsa.
Negara tidak boleh tunduk pada hasil ijtima yang menyebabkan eksklusivitas dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Secara eksistensi, MUI tercatat sebagai sebuah organisasi masyarakat yang harus tunduk dan taat pada Pancasila dan UU Organisasi Kemasyarakatan.
Baca Juga:Sekda Herman Suryatman Dorong RSUD Al-Ihsan Jabar Terus Tingkatkan Kualitas Pelayanan kepada MasyarakatUnjuk Rasa Aliansi Buruh Subang (ABS), Kapolres Subang Siap Amankan Aksi
Regulasi tersebut mengatur bahwa setiap ormas berkewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI.
Penerbitan hasil ijtima MUI mengenai pelarangan ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan jelas menegasikan kewajiban ormas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b UU Organisasi Kemasyarakatan di atas.
BPIP sebagai representasi negara yang bertugas menginternalisasi nilai-nilai Pancasila memiliki peran penting dalam memastikan kesatuan dan keutuhan berbangsa dan bernegara agar tidak diintervensi oleh dominasi kekuatan agama tertentu.
Dalam merespons permasalahan ini, BPIP menegaskan bahwa secara teologis terdapat perbedaan antara agama dan pemikiran agama, serta antara agama dan penafsiran agama.
Hasil ijtima adalah pemikiran agama yang memiliki tafsir majemuk, bukan mutlak, sehingga tidak memiliki kebenaran tunggal dan absolut.