PASUNDAN EKSPRES – Jessica Kumala Wongso, terpidana kasus pembunuhan yang dikenal sebagai “kopi sianida,” resmi mendapat pembebasan bersyarat pada Minggu, 18 Agustus 2024. Jessica yang sebelumnya dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, kini menghirup udara bebas setelah menjalani 8 tahun 6 bulan di balik jeruji besi. Keputusannya untuk bebas lebih awal menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan publik, terutama terkait penerapan hukum dan keadilan dalam kasus ini.
Dikenal karena kasus pembunuhan yang penuh kontroversi, Jessica dinyatakan bersalah atas kematian Wayan Mirna Salihin pada 2016, yang meninggal setelah meminum es kopi Vietnam yang telah dicampur sianida oleh Jessica di Kafe Olivier, Grand Indonesia. Meski kasusnya telah melalui berbagai proses hukum hingga tingkat kasasi, Jessica tetap dihukum 20 tahun penjara. Namun, dengan remisi selama 58 bulan 30 hari, ia bisa bebas bersyarat lebih cepat.
Kebebasan Jessica tentu menimbulkan pertanyaan mengenai apakah hukuman yang telah dijalaninya sudah mencerminkan keadilan yang seharusnya. Sejak penahanannya, Jessica kerap berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Lapas Perempuan Kelas II A Jakarta Timur, termasuk mengajar Bahasa Inggris dan melatih yoga. Aktivitas ini disebut sebagai salah satu alasan mengapa ia mendapat banyak remisi. Namun, benarkah berpartisipasi dalam kegiatan di dalam penjara cukup untuk mengurangi hukuman bagi pelaku pembunuhan berencana?
Baca Juga:Bebas Setelah 8 Tahun! Berikut Fakta Unik Jessica Wongso Bebas Bersyarat: Tak Ada Dendam Pada Siapapun?Apakah Jessica Wongso Layak Bebas Bersyarat? Polemik di Balik Remisi untuk Terpidana Kasus 'Kopi Sianida
Kejanggalan lain muncul saat Jessica Wongso, yang baru saja bebas, menyatakan bahwa dirinya tidak menyimpan dendam terhadap siapa pun. Meskipun pernyataan ini mungkin menunjukkan niat baik, banyak yang bertanya-tanya apakah Jessica benar-benar merasakan penyesalan mendalam atas tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Selain itu, rencana Jessica untuk ‘healing’ setelah keluar dari penjara, tanpa menyebutkan niat untuk bertemu keluarga korban, juga menimbulkan pertanyaan mengenai empatinya terhadap mereka yang kehilangan Mirna.
Selain itu, keputusan Jessica untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya meski telah mendapatkan pembebasan bersyarat juga dianggap kontroversial. Pengacara Jessica, Otto Hasibuan, menyatakan akan tetap mengejar keadilan dengan mengajukan PK, menunjukkan bahwa pihaknya masih merasa putusan yang ada tidak adil. Hal ini bisa dipandang sebagai usaha untuk membersihkan nama Jessica, namun juga bisa dilihat sebagai tindakan yang mengabaikan proses hukum yang sudah dilalui.