Perlu Mahkamah Etik, untuk atasi Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara

Etika Penyelenggara Negara
Mulai rapuhnya etika penyelenggara negara membuat Badan Pembinaan IdeologiPancasila (BPIP) menggelar focus group discussion bersama dengan sejumlah pakar, peneliti, guru besar, tokoh agama dan ahli etika di Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024)
0 Komentar

“Saat ini kita (Indonesia) mengalami segregasi demokrasi antara lain karena regulasi yang dibuat cenderung berbenturan,” terang pakar pertahanan ini.

Ia mencontohkan, proses Pilkada (pemilihan kepala daerah) regulasi yang dikeluarkan oleh tiga lembaga; Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan PerwakilanRakyat (DPR), saling berbenturan. Hal ini mendorong respon elemen masyarakat dan mahasiswa berunjuk rasa, turun ke jalan, mengawal putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

“Presiden sendiri menyampaikan bahwa ada kewenangan-kewenangan yang digunakanlembaga negara dalam membuat regulasi, di situ seolah-olah kita tidak memiliki patokan,” ucapnya.

Baca Juga:Jangan Berlebihan Gunakan Retinol Kalau Kamu Tidak Mau BeginiHailey Baldwin Melahirkan Anak Laki-laki, Justin Bieber Resmi Jadi Ayah

Jika etika adalah sebuah kunci, Andi menyebut etika harus menjelma jadi regulasi-regulasipositif.

Saat ini, Andi mengatakan kepentingan pragmatis oleh kelompok tertentu cenderungmendominasi. Sehingga ketika ada akumulasi kekuatan dalam konfigurasi politik terutama di parlemen memunculkan interprestasi yang bertentangan dengan apa yang disepakatisebelumnya.

Lebih lanjut Andi mengatakan, mundurnya etika penyelenggara bukanlah suatu hal baru yang dialami oleh sebuah negara. Andi mencontohkan kejadian serupa terjadi di Arab Spring, Tunisia, Mesir, Libya.

“Dan berturut-turut dilihat di Srilanka dan Bangladesh. Akhirnya ada kesadaran organik, moral dan etika yang muncul dari rakyat. Dan itu yang kemarin terlihat terjadi di Jakarta dan sejumlah daerah lain,” ujarnya. Juga mendukung apa yang dilakukan oleh BPIP dalammembangun kesadaran Bersama untuk kembali kepada etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kuncinya cuma satu yaitu mencari kembali titik moral dan etika yang kemudian dipanduoleh konstitusi dan regulasi positif,” jelas Andi .

Selain itu, menurut Andi, masyarakat perlu memahami transisi generasi politik dari era pendiri bangsa yang memiliki kesadaran kuat akan nasionalisme. sementara faktanya, jauhberbeda denga napa yang terjadi saat ini. Meksi begitu, Andi menilai generasi muda saat inimulai mendesak agar kembali ke etika dan moral meskipun tidak mengalami era reformasi 1998 lalu.

Hal sama dikatakan Ikrar Nusa Bhakti. Menurutnya etika dalam politik dan hukum saat inimengalami degradasi yang sangat besar. Dirinya menunjukkan rencana perubahan RancaganUndang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunjukkan adanya kepentingan politik.

0 Komentar