PASUNDAN EKSPRES – Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2025 memicu perdebatan, khususnya terkait efektivitas kebijakan ini dalam mengurangi prevalensi perokok dan menjaga kesehatan masyarakat. Sebaliknya, pemerintah memilih menaikkan Harga Jual Eceran (HJE) rokok, sebuah langkah yang diharapkan dapat menekan konsumsi rokok sekaligus menjaga stabilitas sektor tenaga kerja. Namun, sejumlah pihak menganggap keputusan ini sebagai langkah mundur dalam upaya melindungi masyarakat dari dampak buruk rokok.
Menurut Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Aryana Satrya, kebijakan ini kurang optimal dibandingkan dengan opsi menaikkan cukai rokok. “Daripada menaikkan PPN, lebih baik menaikkan cukai rokok. Pemasukan negara yang didapatkan dari cukai rokok bisa mendukung berbagai program prioritas pemerintah yang baru sekaligus untuk kampanye penurunan prevalensi perokok,” ungkap Aryana dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Kebijakan Baru: HJE Naik, Cukai Tetap
Dalam dua regulasi yang diterbitkan Kementerian Keuangan, yaitu PMK 96/2024 dan PMK 97/2024, pemerintah menegaskan tidak ada kenaikan tarif cukai rokok tahun depan. Sebagai gantinya, HJE rokok akan naik mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini diharapkan mampu mengurangi praktik “downtrading,” yaitu peralihan konsumen ke produk rokok yang lebih murah, serta menjaga stabilitas sektor tembakau, termasuk keberlanjutan lapangan kerja.
Baca Juga:KADIN Subang Berikan Bantuan Logistik ke Pos Polisi untuk Pengamanan Natal dan Tahun BaruPPGA Semeru: Empat Erupsi, Ancaman Lahar dan Awan Panas!
Namun, langkah ini tak sepenuhnya diterima positif. Meski pemerintah percaya bahwa kenaikan HJE dapat menekan konsumsi rokok, sejumlah pengamat memandang keputusan ini tidak cukup efektif dibandingkan kenaikan cukai yang secara langsung memengaruhi harga rokok.
Dampak pada Industri dan Emiten Rokok
Kenaikan HJE diproyeksikan membawa dampak signifikan pada industri tembakau, termasuk saham emiten besar seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM). Berdasarkan riset CGS International Sekuritas Indonesia, kenaikan HJE untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) tier-1 mencapai 5,1 persen, sementara tier-2 naik 7,6 persen. Untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), kenaikan bahkan lebih tajam, yakni hingga 18,6 persen untuk tier-3.
Rokok elektrik juga mengalami kenaikan, dengan HJE naik 6 persen dan sistem liquid naik hingga 22 persen. Meskipun data historis menunjukkan perusahaan rokok mampu mempertahankan margin laba melalui kenaikan harga jual rata-rata (ASP), daya beli masyarakat yang melemah diperkirakan akan menekan volume penjualan di 2025.