Shin Tae-yong Dipecat, PSSI Masih Sibuk Ganti Pelatih, Bukan Ganti Nasib

Timnas Indonesia
Reandy Jean Satria
0 Komentar

Oleh: Rendy Jean Satria

Mahasiswa Lobachevksy University, Nizhny Novgorod, Russia

Keputusan PSSI memecat Shin Tae-yong dari kursi pelatih Timnas Indonesia tak lebih dari sebuah paradoks dalam sejarah sepak bola nasional.

Sebab, setelah membawa Timnas Indonesia ke babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026, yang bisa dianggap sebagai pencapaian langka, Shin Tae-yong malah menjadi korban dari sistem yang gagal mengapresiasi progres.

PSSI, dibawah komando Erick Thohir dalam kebijakannya, seolah mengabaikan fakta bahwa Shin telah mengubah wajah Timnas dari tim penggembira menjadi tim yang bisa bersaing di level Asia, mencetak rekor-rekor yang seharusnya menjadi kebanggaan rebulik

Baca Juga:Terima Laporan Warga, Polsek Tanjungsiang Langsung Tangkap Dua Pelaku CuranmorSerangan Jantung, Om Zein Jalani Operasi Pasang Ring di RS Advent Bandung

Hal ini mengingatkan saya pada pepatah Rusia, “Рыба гниёт с головы”, yang berarti “Ikan membusuk dari kepalanya,” sangat relevan di sini.

Masalah utama bukan pada pelatih yang telah bekerja keras mengubah pola permainan tim, tetapi pada PSSI yang lebih sibuk mencari pelampiasan.

Sebuah organisasi yang memiliki sejarah kebiasaan dengan pola pergantian pelatih yang tidak pernah menghasilkan perubahan substansial, seakan-akan berpikir bahwa mengganti wajah pelatih akan mendatangkan keajaiban instan.

Namun, seperti pepatah itu, jika kepala ikan sudah membusuk, tak peduli seberapa sering tubuhnya diganti, tetap saja bau busuknya tak akan hilang.

PSSI terus bermain dalam lingkaran setan pergantian pelatih tanpa memperbaiki struktur kepemimpinan dan manajemen yang mendasar.

Shin Tae-yong, meski telah memberikan hasil yang jelas, dipandang sebagai korban dari ketidakkonsistenan dan kegagalan PSSI untuk berfokus pada hal-hal yang lebih penting, seperti pembinaan pemain dan pengelolaan tim yang lebih profesional.

Namun, seiring dengan keputusan pemecatan ini, kita kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa sepak bola Indonesia lebih suka mencari kambing hitam daripada memperbaiki diri.

Baca Juga:Lalu Lintas Padat di Jalan Raya Subang Bandung Warnai Akhir Libur Tahun Baru 2025Punya Bakat Seni Sejak Sekolah, Terima Pesanan Kaligrafi

Pencapaian Shin yang seharusnya disambut dengan tepuk tangan, malah berujung dengan pemecatan, seolah-olah PSSI lebih memilih tim yang “selalu meraih kemenangan besar”—tanpa pernah benar-benar memenangkan apapun.

Bukankah lebih mudah untuk mengganti pelatih daripada merespons dengan serius perkembangan sistem yang ada? Lagipula, siapa yang butuh stabilitas dan pembinaan jangka panjang, jika pergantian pelatih bisa memberikan sensasi instan?

0 Komentar