PASUNDAN EKSPRES – Tugas kita sebagai wali santri saat memondokan anaknya di pondok pesantren.
Saat sang anak mengadu tentang kehidupan di pesantren, hal yang pertama yang perlu dilakukan orang tua adalah menjadi pendengar yang tenang dan penuh empati.
Dengarknlah tanpa teburu-buru memotong, menilai, atau mencari siapa yang salah.
Anak tidak selalu ingin membutuhkan solusi instan, terkadang ia hanya ingin suaraya didengar, hatinya dipahami.
Baca Juga:Mengabdi pada Masyarakat, 622 Mahasiswa Universitas Mandiri Dilepas untuk KKNBerkat Bantuan SPAM dari Pemprov Jateng, Warga Desa Talunombo Wonosobo Bebas Kekurangan Air Bersih
Biarkan ia mengekspresikan kegundahan dan letihnya hingga ia merasa lega. Karena pada dasarnya, keluhan itu adalah cara terbaik anak untuk bercerita bahwa dirinya sedang berjuang.
Setelah itu cukup berikan pelukan yang hangat atau senyuman tulus, lalu sampaikan dengan lembut bahwa rasa tidak nyaman adalah bagian dari proses tumbuh dewasa.
Bahwa keteganggan, rasa rindu, atau kekeewan yang ia alami bukanlah kegagalan, akan tetapi latihan hidup yang akan menguatkannya dirinya dari waktu ke waktu.
Pesantren itu bukan hanya tempat menimba ilmu agama dan dunia, akan tetapi pondok pesanten juga ruang pembelajaran mental, kesabaran, kedisiplinan, dan kemandirian.
Di sana, anak-anak kita sedang diasah bukan hanya akalnya, tapi juga hatinya.
Sebagai orang tua, tugas kita bukan untuk langsung membenarkan semua keluhan atau bahkan mengajukan komplain yang berlebihan kepada pihak pesantren.
Justru yang dibutuhkan anak adalah dukungan emosional yang membuatnya merasa lebih kuat, bukan perlindungan berlebihan yang membuatnya rapuh.
Baca Juga:Buka Monev Penataan Agraria Semester I 2025, Wamen Ossy Tekankan Pentingnya Penataan Akses demi PeningkatanMenteri Nusron Sosialisasikan Urgensi Pendaftaran Tanah Ulayat di Kalimantan Selatan
Hadirkan keyakinan dalam hatinya bahw ia mampu melewati semua ini. Sebab dengan cara itu, anak akan belajar bahwa hidup tak selalu berjalan sesuai harapan, dan bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dengan mudah, melainkan hasil dari perjalanan yang penuh perjuagan dan kesabaran.
Dengan sikap ini, orang tua bukan hanya mendampingi anak secara fisik, akan tetapi membimbing juga secara bathin membentuk karakter yang tangguh, hati yang lapang, dan jiwa yang siap menghadapi kenyataan hidup.
Karena pada akhirnya, buka hanya tentang menjadikan anak merasa nyaman sepanjang waktu, akan tetapi menyiapkannya menjadi manusia dewasa yang kuat di medan kehidupan.