Oleh :
1.Drs.Priyono,MSi( Dosen Geografi UMS dan mantan WR III UMS)
2. Ratantra Rasjid Agitama Luis
(Mhs Geografi UMS dan Mantan Gubernur BEM)
Bulan Desember /Januari merupakan bulan yang ditunggu – tunggu oleh para fungsionaris ormawa/ukm baik tingkat Universitas maupun Fakultas, karena di bulan tersebut terdapat momentum penting dalam estafet kepemimpinan yaitu masa pergantian atau re-organisasi akan dilakukan oleh ormawa maupun ukm baik ditingkat Universitas dan Fakultas.
Pemimpin mahasiswa yang bagus adalah pemimpin yang bisa melaksanakan program kemahasiswaan dengan baik, memberikan pendidikan politik secara cerdas dan sekaligus menyiapkan penggantinya secara profesional dan mulus serta berbasis kaderisasi . Re-organisasi merupakan masa peralihan atau pergantian kepengurusan dari kepengurusan yang lama kepada kepengurusan yang baru,tidak terkecuali reorganisasi Badan Eksekutif Mahasiswa di tingkat Fakultas. Hampir seluruh Fakultas di Universitas Muhammadiyah Surakarta melakukan pergantian periode dengan menggunakan sistem Pemilihan Umum Gubernur Mahasiswa.
Seperti halnya pada tataran nasional, pemilihan umum gubernur mahasiswa diawali dengan pembentukan lembaga yang bersifat independen yaitu Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa dengan serangkaian kegiatan guna mensukseskan pemilihan umum pada setiap fakultas.
Telah terasa gregetnya di setiap Perguruan Tinggi, Akhir – akhir ini banyak sekali pamlet beredar baik di media cetak maupun di media sosial terpampang foto calon gubernur pada masing – masing fakultas dengan slogan serta visi misi yang dijanjikan kedepannya, yang nantinya akan bertarung pada kontestasi Pemilihan Gubernur Mahasiswa pada setiap fakultas. Hal ini memang baik jika kita lihat dari perspektif kehidupan demokrasi kampus. Selain dapat menjadi media atau sarana pembelajaran untuk berdemokrasi pada tataran kampus juga sebagai pembelaran politik. Hal ini selaras dengan peran mahasiswa yang diharapkan (katanya) sebagai agen of change atau agen perubahan bagi bangsa dan negara kedepannya, bagaimana hal itu bisa tercapai ketika mahasiswa itu tidak mempunyai sikap politis yang menjadi bekal awal dalam menjalankan peran dan fungsinya secara nyata. Malah sebaliknya mahasiswa lebih memilih apatis daripada mempunyai sikap kritis dalam menghadapi isu – isu di setiap fakultasnya. Maka peran organisasi mahasiswa sangat mendukung untuk memenuhi tugas tersebut.