Bagi Nofrijal, BKKBN layak khawatir karena sampai saat ini kesertaan ber-KB masih didominasi kontrasepsi pil dan suntik. Dari 33-34 juta peserta KB di Indonesia, 70 persen di antaranya mengunakan pil dan suntik. Dua kontrasepsi di luar metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) ini rentan putus pakai. “Kalau yang MKJP sekitar 30 persen, Insyaallah terjaga. Tapi yang pil, kondom, dan suntik ini rentan. Kalau covid-19 lebih dari tiga bulan, rawan sekali terjadi putus pakai. Dan, itu kan berakibat poada baby boom atau kelahian yang meningkat,” ujarnya.
Mengantisipasi melorotnya kesertaan ber-KB nasional tersebut, BKKBN tengah menyusun satu gerakan nasional pelayanan 1 juta peserta KB pada Juni mendatang. Asumsinya, pada akir semester pertama 2020 ini pandemi covid-19 sudah berakhir. Dengan begitu, pelayanan KB sudah bisa dilaksanakan secara reguler. “Tujuannya untuk menutup angka kebocoran. Makanya kita adakan Gerakan Pelayanan 1 Juta Akseptor. Gerakan ini berlangsung secara serentak di 82 desa dan kelurahan di tanah air. Pelayanan diberikan kepada peserta KB tetap menjadi peserta KB. Pelayanan bagi peserta KB baru. Pelayanan mereka yang memang ingin pindah dari non-MKJP ke MKJP. Kemudian yang ulangan pil, suntik, dan kondom,” papar Nofrijal.(adv/rls/sep)