Memaknai Sila Kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Bagian Kedua

Memaknai Sila Kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Bagian Kedua
0 Komentar

Seri Belajar Filsafat Pancasila ke 27
Kata Sakti

Oleh: Kang Marbawi

Salam sejahtera, semoga saudara sebangsa setanah air, tetap mencintai Indonesia. Tentunya mencintai dengan cara kita masing-masing.Cinta Indonesia hingga dibawa ke liang kubur.
“Orang mati berbicara dengan caranya”, kata Pramodya Ananta Toer. Walau jasad telah menjadi tanah, namun orang yang sudah mati kadang masih jadi perbincangan. Entah diperbincangkan karena kebaikannya, kehebatannya atau perilaku tak etisnya.
Bahkan diantaranya, masih menganggap masih hidup dan bisa dimintai wejangan. Walau tidak sedikit orang mati kemudian dilupakan. Seperti matinya nyamuk atau kecoa yang ditindas kaki. Mati yang dilupakan ini adalah model mati yang tak berarti. Menyedihkan!
Sering kali orang yang sudah mati membuat pusing orang yang masing hidup. Bahkan membawa kematian bagi orang yang hidup. Rupanya yang mati tak rela mati sendirian, dia meminta ditemani, layaknya bertamasya ke negeri dongeng. Atau minta ditemani karena takut bertemu malaikat? Yang mati dan yang hidup sama-sama menuntut untuk diperlakukan adil. Tentu dengan caranya masing-masing. Ya, menuntut diperlakukan adil oleh sesama dan negara.
Pertanyaannya, apakah “makhluk” adil itu?
Untuk menemukan “makhluk” adil yang paling sederhana adalah dengan mengasah gerak dan kepekaan hati, serta nurani kemanusiaan kita. Sebab “adil” bukan seperti transaksi hutang seribu dibayar seribu, atau sejenisnya. Adil juga bukan sekedar pembagian jatah yang sama rata, sama rasa, sama-sama senang. Adil bukanlah gambaran “simata tertutup” Dewi Themis yang sedang memegang timbangan agar tak oleng ke kanan atau ke kiri, akibat hembusan kepentingan dan sogokan, untuk mempengaruhi timbangan keadilan. Bukan!
Adil adalah menempatkan sesuatu sesuai kadarnya. Adil adalah tidak mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan. Adil adalah tidak menyorong-nyorong kepentingan sendiri dengan menindas nilai kemanusiaan dan kepentingan masyarakat banyak. Seperti mendorong gerobak, adil adalah menjalankan dan menyeimbangkan antara roda gerobak agar apa yang dibawanya tetap stabil dan tidak tumpah.
Namun kadang roda gerobak harus melindas batu besar yang menghalangi jalan dan menyebabkan guncangan pada gerobak.Tak apa asal tak tumpah yang dibawa dan gerobak tak tersungkur, nyungsep diselokan. “The show must go on” kata para pekerja seni. keadilan harus terus berjalan, apapun kondisinya.

0 Komentar