Seri Belajar Filsafat Pancasila ke 34
“Why did I come here, so far away from anyone who cares about me?”
Menurut terjemahan “Mbah Google” kalimat Bahasa Inggris di atas adalah ”Mengapa aku pergi sejauh ini dengan tidak ada satu pun orang yang peduli ? ”. Penulis harus jujur, hanya mengerti secara umum Bahasa Inggris, tanpa presisi. Makanya penulis harus meminta bantuan “Mbah Google” yang tak pernah minta balasan. Walau tak presisi juga. Percis tak presisinya nasib dan kehidupan kita.
Itu adalah kalimat putus asa Elizabeth Gilbert, seorang wanita mapan dari Amerika Serikat (US), yang depresi dengan kehidupannya. Dia mengalami kegagalan dan kebosanan dalam kehidupan karir dan rumah tangganya. Kehidupan mapan di US, dia tinggalkan.
Baca Juga:Cara Hilangkan Trauma pada Anak Korban BencanaTantangan Dan Peluang Guru Geografi Indonesia Dalam Pembelajaran Mitigasi Bencana Di Sekolah: Indonesia Sumber Inspirasi Primer
Melakukan travelling ke berbagai belahan dunia. India dia singgahi, Italia dia sambangi. Namun Tak menemukan ketenangan. Hingga akhirnya terdampar di sebuah pulau kecil di Nusa Tenggara Barat (NTB). Menyewa sebuah gubug bambu seharga beberapa dolar permalam. Setiap hari sejak kedatangannya, Elizabeth Gilbert berjalan-jalan mengelilingi pulau tersebut dari pagi hingga sore.
Hingga hari ke delapan sejak kedatangannya, Liz -panggilan Elizabeth Gilbert, sakit, meriang. Namun tak satu pun manusia yang dia kenal atau mengenal dia. Sehingga keluarlah kalimat putus asa seperti di atas. Seolah sang malaikat maut sudah diambang pintu gubug bambu, siap menjemput ajalnya. Namun tak disangka, bukan malaikat maut yang datang, justru manusia sederhana dan lugu yang mengetuk pintu gubug bambu Liz.
Seorang wanita berjilbab -istri nelayan setempat, yang sering Liz temui ketika dia berjalan menyusuri pulau, datang menengoknya. Tentu setelah dia bertanya ke banyak orang dimana Liz tinggal. Wanita istri nelayan itu khawatir, karena tidak melihat Liz, yang biasa lewat di depan rumahnya.
Setiap pagi dan sore, wanita berjilbab tersebut mempunyai rutinitas, menyambut Liz dengan senyum tulusnya. Wanita itu dan Liz tak mengerti bahasa. Liz tak bisa Bahasa Indonesia, apalagi wanita istri nelayan tersebut, tak tahu Bahasa Inggris. Karena sapaan bahasa tak bisa. Senyum, perhatian dan kasih sayang tulus adalah bahasa kemanusiaan yang pasti dipahami oleh semua makhluk di muka bumi. Itulah yang digunakan wanita berjilbab untuk Liz.