Salah satu Dosen penggagas Data Desa Presisi (DDP) Dr Sofyan Sjaf prihatin pada lemahnya akurasi data maupun besarnya galat data yang dihasilkan oleh-oleh lembaga tertentu, yang justru hasilnya digunakan pemerintah. “Gagasan DDP ini berawal dari keprihatinan saya terhadap polemik data yang terjadi hingga saat ini. Ketidakakuratan data dapat menyebabkan gagalnya kebijakan pembangunan,” ungkapnya.
Dr. Sofyan memaparkan problematika data secara umum di Indonesia dan khususnya di desa yang tumpang tindih dan tidak akurat. “data desa presisi dimulai sejak lahirnya Undang-Undang Desa. Hal yang menjadi pemikiran kami saat itu adalah mungkinkah Indonesia bisa menggambarkan secara cepat dan tepat mengenai potensi desanya yang masih debatable meskipun Indonesia sudah merdeka?” ujar Dr Sofyan.
Data presisi memiliki tingkat akurasi tinggi untuk memberikan gambaran aktual di desa yang sesungguhnya. Dan biaya yang rendah sangat mungkin dana desa bisa melakukan itu. Dengan data presisi kita bisa menghitung potensi desa berupa jumlah vegetasi, jumlah biodiversity, konsumsi pangan per bulan, berapa uang yang berputar per bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sebaran rumah tidak layak huni, peta infrastruktur, dan lain-lain. Untuk itu ia melihat pentingnya untuk sebuah desa memiliki data presisi dalam menunjang pembangunan.
Baca Juga:Menang di Pilkada 2020, Cellica Nurrachadiana-Aep Syaepuloh akan Dilantik Virtual Jumat 26 Februari MendatangKabar Gembira, Pemerintah Kembali Buka Pendaftaran Kartu Prakerja, Simak Informasinya
Dalam penandatanganan Mou tersebut, turut juga hadir Pj Sekda Kabupaten Subang, Rektor Universitas Subang, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Subang, Kepala BP4D, serta Rektor IPB Arif Satria. (ygi/idr)