“Bupati sampai bilang: kalau perlu pakai lahan saya untuk membuat kolam retensi, yang penting warga saya tidak kebanjiran. Begitu kata bupati saking beliau ingin penanganan banjir ini cepat. Kami juga sudah membuat kajian komorehensif untuk penanganan banjir butuh Rp4,3 triliun,” paparnya.
Dalam diskusi terungkap, banjir di Pantura juga telah menjebol 7 tanggul di beberapa titik. Semua peserta sepakat bahwa ini perlu ada langkah cepat dari pemerintah pusat. Langkah yang dilakukan BBWS misalnya, mendapat respons negatif dari masyarakat Pantura. Dinilai lambat. Saat mendatangi lokasi bencana, mendapat reaksi keras dari masyarakat yang tergabung dalam Pemuda Subang Utara (PSU) dan mahasiswa. Mereka membuat gerakan peduli sekaligus satir: Goceng Pertama. Gerakan iuran membeli bambu, bronjong, batu dan apa saja untuk menutup tanggul jebol secara swadaya.
Diskusi semakin melebar, sebab banjir Pantura berpotensi menghambat pasokan logistik ke Bekasi dan Jakarta. Armada logastik terjebak macet dua hari di Pantura karena jalur utama terendam. Belum lagi aktivitas perekonomian Pantura yang lumpuh. Semua warga hanya berharap dari bantuan dari masyarakat dan pemerintah.
Baca Juga:Julie Estelle dan David Tjiptobiantoro, Menikah di MaladewaAda yang Hadiri KLB, DPC Demokrat Karawang Lapor DPP
“Kerugiannya, dampak banjir lebih dari Rp300 miliar jika dikalkulasi. Kami bergerak cepat mengecek kondisi pasar. Sebagian pasar di Pantura kondisinya aman tap ikan pedagangnya juga menjadi korban. Mereka tidak berjualan,” kata Kepala Dinas UMKM Perdagangan dan Pasar (DKUPP) Dadang Kurnianudin.
Sementara Ketua Apindo Asep Rochman Dimyati (ARD) menyoroti banyaknya bangunan liar di sepanjang daerah aliran sungai. Ia mendesak perlunya ketegasan dari pemerintah dan pihak terkait seperti PJT agar mencegah bangunan liar berdiri.
Selain itu, ARD menegaskan banyak kerugian yang dialami pengusaha akibat bencana. Aktivitas logistik, retail dan perdagangan terganggu. Ia pun mengingatkan agar pemerintah menjalankan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 12/prt/M/2014 tentang mengubah sistem paradigma lama dengan sistem paradigma baru yaitu sistem drainase berwawasan lingkungan atau yang dikenal dengan eko drainase.
“Konsep ini perlu dijalankan dengan serius. Agar berfungsih untuk menampung serta menahan air hujan kemudian akan meresap ke dalam tanah. Apalagi saya dengar sodetan yang dibangun di Pantura baru sepanjang 550 meter dengan kedalaman 2 meter. Seharusnya 7 meter,” jelas ARD.