Seri Belajar Filsafat Pancasila ke 37
Ni Hoe Kong, memimpin lebih dari 1000an orang Hokian di Batavia, untuk mempertahankan harga diri kemanusiaan atas penindasan dan kesewenangan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Penindasan yang diawali oleh monopoli harga gula. Sejarah mencatat, terjadi genoside terhadap etnis Tionghoa pada tahun 1740 M. Genoside tersebut disiram “bahan bakar” kebencian terhadap etnis Tionghoa hampir di seluruh tanah Jawa. Peristiwa yang dikenal dengan “Geger Pecinan” tersebut menelan korban hampir 10 ribu jiwa.
Awal mula kedatangan orang Tionghoa ke Indonesia dimulai pada akhir masa dinasti Ming (1368-1644) dan awal Dinasti Ching (1644-1911). Orang Tionghoa sudah melakukan eksodus untuk menghindari peperangan dengan Bangsa Manchu. Awalnya mereka adalah pengungsi. Dan kemudian beranak pinak di bumi Nusantara ini. Hingga kemudian, populasi mereka berkembang. Namun, kedudukan mereka pada masa kolonial Belanda, juga ditindas seperti bangsa pribumi. “Geger Pecinan” menjadi buktinya.
Keterhubungan budaya dan politik orang-orang perantauan Tionghoa dengan negeri leluhur tak menyurutkan kecintaan mereka terhadap Indonesia. Bisa jadi mereka berpijak pada pepatah Minang “Dimana bumi diinjak, disitu langit dijunjung”. Biarlah negeri leluhur disatukan dengan akar budaya, namun Indonesia adalah tanah kelahiran dan menjadi tumpah darah.
Baca Juga:Penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam Bidang PendidikanMusim Penghujan, Musim yang Sarat Pembelajaran
Tionghoa Indonesia adalah bagian satu entitas bangsa. Walau sebagian penghuni tanah yang menjadi tumpah darah masih memandang beda dan tak tulus. Ada sekat sosial dan patologi sosial tentang etnisitas. Patologi yang juga menimpa minoritas. Disakwa sangka, distereotip, di bumi tumpah darah .
Padahal, di awal nasionalisme Indonesia tumbuh, Kwee Thiam Hong ikut menguatkan dan terlibat membentuk Indonesia. Indonesia yang ada warna dan etnis Tionghoa. Bersama Oey Kay Siang, Jhon Lauw Tjoan Hok dan Thio Djien Kwie ikut mendeklarasikan “Sumpah Pemuda”. Mereka tak memikirkan tanah leluhur yang jauhnya 4.197 km. Mereka memikirkan tanah tumpah darah yang melahirkan mereka, Tanah Air Indonesia. Juga Oei Tjong Hauw, Oei Tiang Tjoei, Mr. Tan Eng Hua, dan Liem Koen Hian, yang duduk dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).