Deputi Deregulasi Penanaman Modal di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot, mengatakan bahwa ide membuka industri minuman beralkohol sudah dibahas sejak rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dilakukan dengan tujuan untuk mendorong terbukanya usaha mikro dan menengah di daerah. (BBC.com, 2 Maret 2021). Lampiran izin investasi miras merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang kala itu banyak pihak menolak atas pengesahan Undang-Undang tersebut.
Pembukaan izin investasi ini berarti membuka jalan bagi para investor asing ataupun lokal agar memberikan suntikan investasi kepada industri miras. Peningkatan ekonomi negara tak jarang menjadi alasan dalam menetapkan suatu peraturan, tapi kenyataannya ekonomi negara ini masih terpuruk juga.
Dalam hal ini dapat diartikan bahwa pihak yang setuju lampiran dicabut hanya menghapus satu lampiran saja, yakni investasi tapi peredaran dan perjualbelian masih dilegalkan. Di sisi lain, pihak yang tidak setuju hanya menilai dari kegunaan saja tanpa memikirkan bahaya besar yang akan terjadi ke depannya. Keadaan sekarang saja sudah parah, malah makin diperparah.
Baca Juga:Seruan Benci Produk Luar Negeri: Retorika Politik Pemikat Hati RakyatInvestasi Miras Bikin Miris
Bila kita cermati sebetulnya dalam negara yang mengadopsi idiologi kapitalisme, produksi, konsumsi, dan distribusi barang atau jasa akan terus dilakukan selagi ada nilai guna (utility value). Suatu barang dianggap memiliki nilai guna selama masih ada orang yang menginginkannya tanpa menimbang mudaratnya.
Akibatnya, miras, narkoba, dan prostitusi tidak bisa ditutup, karena masih ada nilai guna yaitu ada yang menginginkan. Inilah pandangan yang rusak.
Hal ini berbeda dengan Islam, yang mana semua materi, benda dan perbuatan diintegrasikan dengan ruh, sehingga akan menghasilkan kesadaran bahwa semua ada hubungan dengan Allah. Sehingga saat akan menghasilkan barang dan jasa pun harus memenuhi syarat tertentu, di antaranya harus halal. Adapun barang haram walau ada yang menginginkan, tetap tidak boleh diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan.
Sebagaimana firman Allah Swt. :
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’” (QS. al-Baqarah: 219).