Oleh Rina Tresna sari,S.Pd.I
Pendidik Generasi Khoiru Ummah dan Member AMK
Ditengah karut marut perekonomian akibat pandemi Covid-19, jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pun semakin bertambah. Salah satu model PMKS yang kerap ditemukan di jalanan atau di perempatan lampu merah adalah PMKS yang mengenakan kostum badut berkarakter kartun dan banyaknya para pemungut barang bekas (rongsokan) di beberapa tempat.
Sebagaimana dilansir Dara.co.id,15 maret 2021- Akibat pandemi Covid-19 di Kabupaten Bandung, kini kerap ditemukan PMKS yang mengenakan kostum badut, pengamen, gelandangan, dan pemungut barang bekas. Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Yayat Sumirat menduga PMKS tersebut tidak seluruhnya merupakan warga Kabupaten Bandung. Berdasarkan kajian, lanjut Yayat Sumirat, PMKS yang merupakan warga luar Kabupaten Bandung itu diangkut dengan kendaraan tertentu kemudian dengan sengaja ditempatkan di wilayah Kabupaten Bandung.
Baca Juga:KBM Tatap Muka Segera Diuji Coba?Karut Marut Sistem Pertanian di Negara Agraris
Pihaknya meminta dinas sosial dan Satpol PP segera melakukan penertiban kemudian pendataan terhadap PMKS tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mana PMKS warga Kabupaten Bandung dan mana dari daerah lain.
Tidak pernah ada seseorang yang ingin hidupnya serba kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pilihan menjadi badut jalanan, gelandangan, pengamen, juga pemulung sungguh mimpi buruk yang tidak pernah diinginkan. Namun, apalah daya sulitnya hidup akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis yang membuat orang kaya semakin kaya sebaliknya orang miskin semakin miskin juga diperparah oleh hantaman pandemi Covid-19 sungguh membuat ekonomi diambang krisis berkepanjangan. Para karyawan banyak di PHK, UMKM banyak yang gulung tikar sehingga tak ada pilihan lain untuk rakyat kecil selain diantaranya menjadi badut jalanan, pengemis,pengamen pemulung dan sejenisnya.
Pemerintah dalam hal ini memang memberi solusi sebagai jalan keluar untuk meminimalisir keberadaan PMKS diantaranya menyiapkan anggaran untuk dinas terkait, salah satunya adalah dinas sosial, untuk pengadaan program pelatihan tenaga kerja bagi PMKS tersebut.
Namun jauh panggang dari pada api, solusi yang ditawarkan belum bisa menjadi solusi mendasar sehingga permasalahan ini dapat terselesaikan. Selama negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis negara hanya berperan sebagai regulator, yang mengatur agar terjadi keselarasan antara kepentingan rakyat dan kepentingan pengusaha. Negara berperan mencegah agar tidak terjadi konflik antara rakyat dan pengusaha. Tapi faktanya, yang dimaksud mencegah konflik itu adalah dengan cara negara lebih mengedepankan kepentingan pengusaha (baca: kaum kapitalis/pemilik modal) daripada kepentingan rakyat.