Kedua, Jika ada individu yang menerlantarkan lahan pertanian selama lebih tiga tahun maka itu bukan lagi miliknya. Rasullullah Saw bersabda : “Sebelumnya tanah itu milik Allah dan Rasul-Nya, kemudian setelah itu milik kalian. Siapa saja yang menghidupkan tanah yang mati, maka dia menjadi pemiliknya. Dan tidak ada hak bagi yang memagari setelah (menelantarkan tanahnya) selama tiga tahun.” (HR Baihaqi). Hikmah dari larangan menelantarkan lahan ini dapat mencegah adanya keserakahan dalam hal kepemilikan lahan jika ia tidak mampu menghidupkannya. Hal ini karena jika ada pemilik lahan yang luas. Namun, ia tidak mampu menggarapnya selama tiga tahun, maka ia akan kehilangan haknya atas lahannya tersebut.
Ketiga, dilarang menyewakan lahan pertanian. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, yaitu : “Siapa saja yang memiliki sebidang tanah, hendaklah dia menanaminya, atau hendaklah saudaranya yang menanaminya, dia tidak boleh menyewakannya dengan sepertiga atau seperempat (dari hasil pertanian), dan tidak pula dengan makanan yang telah ditentukan.” (HR Abu Dawud). Hikmah dari hadits larangan menyewakan lahan pertanian adalah memberikan peluang bagi buruh tani untuk memiliki lahan sendiri dan peningkatan kemampuan teknologi pertanian pun akan mendapatkan penghargaan tinggi. Hal setidaknya akan meminimalisir dan mengatasi sistem feodalisme karena pemerataan ekonomi di bidang pertanian terwujud dalam sistem kepemilikan lahan dalam Islam. Hanya dengan Islam kebijakan apapun akan menciptakan keadilan dan kesejahteraan.
Wallahu a’lam bishshawab