dengan pihak terkait. Untuk diketahui, feasibility study (FS) pembangunan Kereta
Cepat Jakarta- Bandung dilakukan di tahun 2015 atau enam tahun silam.
Seiring dengan berjalannya waktu dan proses, tentu ada inflasi yang terjadi. Apalagi di tahun 2020 terjadi pandemi covid-19 yang membuat seluruh industri terkena
dampaknya. Imbas serupa juga menerpa proyek KCJB yang ditangani PT KCIC.
Selain itu, biaya tak terduga juga berpotensi muncul dalam setiap pembangunan
infrastruktur.
Di lapangan banyak hal-hal tidak terduga yang dihadapi khususnya dalam aspek pembebasan lahan dan pemindahan utilitas.
Baca Juga:Karena Ini, Seluruh Pegawai Lapas Kelas IIB Purwakarta Dites UrineIni yang Dilakukan Kodim 0619 Purwakarta untuk Asah Kemampuan Prajurit
“Ketika kami ingin
membebaskan lahan, ternyata di dalamnya terdapat utilitas seperti gardu listrik,pipa air atau jaringan lainnya. Ada proses cukup panjang yang harus ditempuh dan memakan biaya,” jelasnya.
Ketika menghadapi lahan dengan utilitas, PT KCIC harus melakukan persiapan
dan memindahkan utilitas terlebih dahulu. Setelah pemindahan utilitas dilakukan, PT KCIC baru bisa mengeksekusi lahan tersebut.
Kondisi ini dijelaskan Mirza tentu berdampak pada proses pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang sedang berjalan. Meski begitu, KCIC tetap
berupaya melakukan berbagai langkah untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
“Koordinasi dan komunikasi dengan pihak internal dan eksternal dilakukan secara
simultan dan intens sehingga saat ini akselerasi pembangunan Kereta Cepat
Jakarta-Bandung bisa terus berjalan” ungkap Mirza.
Ditambahkannya, PT KCIC
juga tidak melakukan pengurangan karyawan. TOD Dukung Peningkatan Produktivitas Masyarakat Selain mengembangkan infrastruktur transportasi publik, PT KCIC turut berupaya menunjang peningkatan produktivitas masyarakat di sepanjang trase kereta cepat
melalui pengembangan superblok dan kawasan terintegrasi atau Transit Oriented Development (TOD). Saat ini, pengembangan TOD di tiga stasiun berfokus pada evaluasi rencana dan pengadaan lahan serta perizinan.
“Untuk di kawasan Halim, akan dilakukan pengembangan dengan tipe Superblok di sekitar stasiun. Tepatnya di sisi selatan dan tidak berstatus sebagai TOD.
Superblok Halim menawarkan berbagai fasilitas seperti pusat perbelanjaan,
perkantoran, hotel dan convention center serta terintegrasi dengan moda BRD dan LRT Jabodetabek,” terang Mirza.
Sedangkan untuk tiga kawasan lainnya, yakni Karawang, Walini dan Tegalluar, akan diterapkan konsep TOD. Pada dasarnya pengembangan di area sekitar 3 stasiun ini adalah pengembangan kota baru dengan pusat berbasis konsep TOD yang memiliki radius 800 meter dari simpul stasiun kereta cepat.