Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Jika seseorang memaksa keluar mani dengan cara apa pun baik dengan tangan, menggosok-gosok ke tanah atau dengan cara lainnya, sampai keluar mani, maka puasanya batal.” Begitu juga dengan pendapat dari para ulama madzhab, yaitu Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad.
3). Memberikan Benda lain/Obat pada pada salah satu dari qubul dan dubur.
4). Muntah dengan Sengaja
Jika muntah tiba-tiba atau muntah dengan tidak sengaja, maka puasanya tetap sah, asal muntah tersebut tidak tertelan kembali, jika tertelan maka puasanya dihukumi batal.
Baca Juga:Kementan: Ketersediaan Pangan Selama Puasa dan Lebaran Aman TerkendaliSyngenta Kenalkan Teknologi Dukung Peningkatan Produksi Padi
“Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)
5). Haid/Nifas
Ketika puasa, tetapi muncul haid dan/ nifas, maka puasanya otomatis batal, dan wajib meng-qadha, berbeda dengan shalat yang tertinggal ketika seseorang sedang haid/nifas, maka tidak wajib diqadha.
“Kaum muslimin sepakat bahwa wanita haid dan nifas tidak wajib shalat dan puasa dalam masa haid dan nifas tersebut.” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 3/250)
6). Gila (Junun) Ketika Puasa (Naudzubillah)
7).Murtad saat puasa (Naudzubillah)
(Source reference: Ustadz Adi Hidayat, Lc, Ma, NU, )
Ketujuh point utama di atas adalah hal-hal yang membatalkan puasa beserta penjelasannya, entah itu dari hal-hal kecil yang membatalkan puasa atau pun hal-hal besar yang membatalkan puasa.
HUKUM MENYIKAT GIGI PAKAI ODOL (PASTA GIGI) SAAT PUASA, BATALKAH?
Walaupun belum ada sikat gigi dan pasta gigi pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, ada pendapat yang memperbolehkan menyikat gigi ketika berpuasa (Jangan sampai tertelan), hal ini merujuk pada penjelasan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’, syarah al-Muhadzdzab.
“Apabila seseorang memakai siwak basah, lalu airnya berpisah dari siwak yang ia gunakan, atau cabang-cabang (bulu-bulu) kayunya itu lepas kemudian tertelan, maka puasanya batal tanpa ada perbedaan pendapat ulama. Demikian dijelaskan oleh Al-Faurani dan lainnya (Juz VI, hal 343)”.