Memperbanyak dialog dengan hati dan Tuhan, biasanya dalam kondisi lapar dan haus, hati dan jiwa akan berbicara jujur. Kearifan akan lebih muncul saat seperti itu.
Nilai kemanusian perlu terus dijaga dan dipelihara, karena nilai kemanusian merupakan transformasi dari nilai ritualitas puasa. Puasa tanpa kemanusian hanya akan mendapatkan kelelahan dan tak berarti apa-apa.
Puasa juga menyadarkan kita bagaimana nasib saudara-saudara kita yang selama ini masih memiliki kekurangan secara ekonomi dan makan seadaanya. Allah dan Rasulullah bangga terhadap hambanya yang selalu memperhatikan hamba-hamba ciptaannya.
Baca Juga:Pendidikan Pemilih, KPU Gandeng STAI Al MuhajirinIni Tuntutan JPU, Perkembangan Kasus Pembakaran Gedung Kejagung
Dalam sebuah Hadist Qudsi diungkapkan dengan sangat jelas “Kelak di hari kiamat seluruh hamba Allah akan ditanya, Wahai hambaku dahulu aku lapar, tapi kalian tidak memberiku makanan. Dahulu aku telanjang, tapi kalian tidak memberiku pakaian. Dahulu aku sakit, tapi kalian tidak memberiku obat”
Manusia Menjawab, “Ya Allah, bagaimana Mungkin kami memberimu makanan, pakaian dan pengobatan padahal Engkau adalah Rabbul Alamin Yang Maha Kaya.
“Lalu Allah berfirman. “Dahulu ada hambaku yang kelaparan, tidak berpakaian dan sakit, tapi tidak kalian perhatikan, seandainya kalian datangi dan bantu mereka, pasti kalian dapatkan aku disitu.”
Hadist di atas menunjukkan bahwa Allah sangat mengutamakan manusia untuk melakukan ibadah yang berdimensi sosial.
Dalam diskursus Sosiologi Agama ibadah Puasa dapat disamakan dengan istilah worldly ascetism, bertapa tetapi tetap berada didalam kehidupan riil di dunia.
Dalam Al-Quran surah Al Baqarah 177, Al Quran menegaskan bahwa kebaikan sejati tidak terletak pada penghambaan diri manusia kepada Allah dengan melaksanakan ibadah Mahdhah saja, menghadapkan wajah ke timur atau ke barat, tetapi dengan meningkatkan kepedulian sosial kita.
Di antaranya memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, membantu orang-orang yang ingin memerdekkan dirinya dari perbudakan. Puasa yang benar akan mendidik pelakunya untuk memiliki rasa simpati dan empatik kepada oranglain yang terlantar dan tertindas.
Baca Juga:KPK Panggil 28 Saksi: Dari Ajudan Bupati Bandung Barat, ASN hingga PengusahaPerahu Tabrak Tunggul, Akew Tewas Tenggelam
Puasa menjadi gerakan moral yang efektif menanggulangi berbagai krisis sosial seperti kemiskinan dan konglomerasi. Sinergi antara ibadah ritual dengan sosial akan menghasilkan puasa yang super eksektutif.